Jumat, 09 Juli 2010

PRESS RELEASE

Penulisan Press Release
Press Release atau siaran pers menurut Soemirat dan Ardianto (2004) adalah informasi dalam bentuk berita yang dibuat oleh Public Relations (PR) suatu organisasi/ perusahaan yang disampaikan kepada pengelola pers/ redaksi media massa (tv, radio, media cetak, media online) untuk dipublikasikan dalam media massa tersebut.
Meskipun semua press release yang dibuat PR memiliki format yang sama, sebenarnya memiliki perbedaan penekanan pada informasinya yaitu:
• Basic Press Release mencakup berbagai informasi yang terdapat di dalam suatu organisasi/ perusahaan yang memiliki berbagai nilai berita untuk media lokal, regional atau pun nasional;
• Product Release mencakup transaksi tentang target suatu produk khusus atau produk reguler lainnya untuk suatu publikasi perdagangan di dalam suatu industri;
• Financial Release digunakan terutama dalam membina hubungan dengan pemegang saham.
Penulisan press release layak muat apabila cara menulisnya seperti halnya wartawan menulis berita langsung (straight news) dengan gaya piramida terbalik (inverted pyramid). Dimulai dengan membuat lead/ teras berita/ kepala berita sebagai paragraf pertama yang mengandung unsur 5W + 1H (What: apa yang terjadi? Where: dimana terjadinya? When: kapan peristiwa tersebut terjad? Who: siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut? Why: mengapa peristiwa tersebut terjadi? How: bagaimana berlangsungnya peristiwa tersebut?).
Penulisan dengan gaya piramida terbalik ini digunakan dengan alasan: Pertama, pembaca dikategorikan sebagai orang sibuk dan mempunyai waktu yang singkat untuk mendapatkan berita-berita yang faktual. Kedua, redaksi media massa harus memotong Press Release tersebut tanpa mengurangi isi pokoknya. Ketiga, redaksi tidak mempunyai cukup waktu untuk membaca keseluruhan Press Release. Sebelum redaksi memutuskan dibuang atau dipakai release tersebut, mereka harus tahu dengan cepat apa keseluruhan isi release itu (Cole dalam Soemirat dan Ardianto, 2004).
Setelah menulis lead sebagai paragraf pertama, kembangkan lead itu dalam paragraf kedua untuk menjelaskan atau mendukung paragraf pertama yang perlu dijelaskan atau mendukung paragraf pertama yang perlu dijelaskan. Kemudian masuk kepada tubuh berita. Penulisan dengan gaya piramida terbalik ini berarti menulis berita dari mulai yang sangat penting (lead) sampai kepada semakin tidak penting. Sedangkan judul diambil dari lead (berita yang sangat penting tadi).
Mappatoto (1993) menggambarkan struktur piramida terbalik dalam pembuatan siaran pers sebagai berikut:

Di sini dijelaskan bahwa judul berfungsi sebagai etalase berita yang harus ditulis dengan bahasa yang jernih sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda. Baris tanggal adalah ruang untuk menunjukkan tempat berita dibuat dan tanggal pembuatan berita. Sebaris dengan “creditline” yang menunjukkan jati diri media. Alinea pertama dari berita disebut pusat perhatian maksimal atau teras, atau lead, atau intro dari berita yang dapat disarikan untuk dijadikan judul berita. Isi teras berisi jawaban semua unsur 5 W + 1 H (disebut teras formal) atau jawaban dari dua atau tiga unsur saja (teras informal). Sesudah teras bagian berikutnya disebut Tubuh Berita, tempat menguraikan lebih lanjut unsur-unsur tersebut. Latar berita merupakan keteranga yang akan memperjelas unsur “siapa, apa, dimana, mengapa, dan bagaimana”. Sedangkan bagian rangkuman sebenarnya merupakan latar yang berisi “catatan dibuang sayang” dari suatu peristiwa. Bagian ini dapat dipotong kalau ruangan tidak mengijinkan.
Austin (1996) menyarankan agar PR membaca surat kabar––lokal dan nasional––dan mempelajari gaya bahasa yang mereka gunakan. Tulislah siaran pers dengan gaya surat kabar yang akan dikirimi tulisan tersebut. Siaran pers yang ditulis harus meniru gaya artikel dalam surat kabar itu. Sebagai contoh bila mereka selalu mencetak nama lengkap gunakan nama lengkap dan bukannya singkatan.
Untuk menarik perhatian pembaca, Austin menjelaskan beberapa aturan dasar yang biasa digunakan wartawan untuk menarik perhatian pembaca. Aturan tersebut juga berlaku ketika menulis siaran pers, yaitu:
• Memilih judul yang positif (aktif) dan bukannya pasif.
• Paragraf pertama (lead) harus tajam dan ringkas; antara 12 sampai 20 kata merupakan ukuran yang ideal.
• Usahakan supaya kalimat dan paragraf pendek-pendek.
• Hindari kata yang berlebihan seperti “ini” dan “itu”, serta kata keterangan dan kata sifat yang tidak perlu. Anda tidak perlu mengatakan bahwa sesuatu “hebat” atau “fantastis”. Kalau itu sehebat yang anda nyatakan, maka akan jelas dengan sendirinya dari teks yang anda tulis.
• Hindari kata-kata panjang karena kolom surat kabar sempit.
• Hindari istilah khusus dan penggunaan singkatan.
• Jawab enam pertanyaan ––siapa, mengapa, apa, bilamana, di mana dan bagaimana. Kalau anda tidak menjawab keenam pertanyaan ini maka siaran pers anda tidak berisi semua informasi yang diperlukan wartawan.
• Jangan menulis awal, bagian tengah dan akhir. Masukkan semua butir yang penting pada awal siaran pers. Kalau artikelnya terlalu panjang mereka akan memotongnya dari bawah dan jika Anda meletakkan butir-butir yang paling penting pada akhir berita, maka bagian itu tidak akan termuat.
• Tulislah berita dan bukan pandangan (harus berdasarkan fakta).
• Selalu periksa kembali ejaan nama orang.
• Ketiklah siaran pers hanya pada satu sisi kertas saja dengan spasi rangkap. Berikan margin yang cukup pada semua sisi halaman.
• Selalu beri tanggal pada siaran pers.
• Selalu cantumkan nama kontak dan nomor telepon di siang hari pada bagian bawah siaran.
• Buatlah siaran pers sesingkat mungkin.
Berkaitan dengan press release Jefkins (2003) mengungkapkan hal-hal terpenting perihal pers yang harus diketahui oleh seorang praktisi PR:
• Kebijakan editorial. Hal ini mengungkapkan pandangan dasar dari suatu media yang dengan sendirinya akan melandasi pemilihan subjek-subjek yang akan dicetak atau yang akan diterbitkannya. Selain itu aturan keredaksian dan aturan kewartawanan juga perlu diketahui PR dalam menulis dan mengirimkan press release.
• Frekuensi penerbitan. Setiap terbitan punya frekuensi penerbitan yang berbeda-beda, bisa harian, mingguan, bulanan, atau bahkan tahunan. Hal itu perlu diketahui oleh para praktisi PR, sehingga dapat menyesuaikan diri dalam pembuatan press release.
• Tanggal/tenggat terbit. Kapan tanggal dan saat terakhir sebuah naskah harus diserahkan ke redaksi untuk penerbitan yang akan datang? Hal ini ditentukan oleh frekuensi dan proses percetakannya. Hal ini penting diketahui praktisi humas karena kerap kali siaran pers yang dikirimkan tidak bisa termuat karena terganjal oleh tenggat terbit.
• Proses percetakan. Hal ini wajib diketahui oleh praktisi humas sehingga pemuatan press release bisa sesuai dengan yang hiharapkan.
• Daerah sirkulasi. Apakah jangkauan sirkulasi dari suatu media itu berskala lokal, pedesaan, perkotaan, nasional atau internasional. Hal ini dinilai sangat penting agar pesan yang disampaikan efektif dan efisien.
• Jangkauan pembaca. Berapa dan siapa saja yang membaca jurnal atau media yang bersangkutan? Seorang praktisi PR juga dituntut untuk mengetahui kelompok usia, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial, minat khusus, kebangsaan, etnik, agama, hingga ke orientasi politik dari suatu khalayak pembaca media.
• Metode distribusi. Praktisi PR juga perlu mengetahui metode-metode distribusi suatu media, apakah eceran atau langganan. Kemudian ihwal tiras juga patut diketahui dalam upaya efektivitas dan efisiensi komunikasi yang dijalankan.
Abdullah (2000) mengatakan bahwa yang dinomorsatukan oleh wartawan atau redaktur dalam menilai sebuah peristiwa yang akan menjadi berita adalah nilai jurnalistiknya. Hal serupa diberlakukan pula kepada rilis yang masuk yang dikirimkan oleh lembaga humas, atau materi sebuah jumpa pers, juga kegiatan khusus (special event) hingga hasil wawancara dengan narasumber. Meskipun nilai jurnalistik masing-masing media relatif berbeda, para praktisi media massa di seluruh dunia memiliki patokan unsur-unsur yang memiliki nilai jurnalistik, yaitu: aktualitas, kedekatan (proximity), penting, keluarbiasaan, ketegangan, konflik atau pertentangan, seks, kemajuan, emosi, dan humor. Kemudian ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengiriman press release:
• Kirimkan secepat mungkin. Artinya, jika kegiatan berlangsung hari itu, kirimkan hari itu juga. Jangan menunda hingga esok harinya, kecuali jika pelaksanaannya adalah malam hari.
• Jika pengirim siaran pers sudah mengenal nama wartawan sesuai bidangnya, tujukanlah pada wartawan tadi.
• Pengiriman bisa pula melalui faksimili (atau e-mail).
• Jika melampirkan foto atau cetakan berwarna atau contoh produk, lebih baik melalui kurir.
• Konfirmasikan kembali melalui telepon, apakah siaran pers tadi sudah diterima atau belum.
Adakalanya siaran pers ini melengkapi acara jumpa pers atau konferensi pers sehingga para kuli tinta tidak salah mengutip pernyataan atau data yang ada. Karena itulah menurut Abdullah (2000) ada hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan konferensi pers atau jumpa pers:
• Jangan mengundang wartawan secara mendadak karena biasanya wartawan sudah memiliki jadwal kerja yang padat.
• Hargailah waktu wartawan, jangan menunda waktu yang telah dijadwalkan.
• Jangan mengundurkan waktu hanya karena ada wartawan yang belum datang.
• Wartawan paling menyukai acara jumpa pers pagi hari.
• Hindari jumpa pers pada hari libur.
• Hindari jumpa pers yang jaraknya sangat jauh.
• Jika ingin suasana santai, jumpa pers bisa pula di rumah makan atau tempat rileks lainnya.
• Hadirkanlah orang yang mempunyai kredibilitas sehingga menambah bobot acara jumpa pers.
• Jangan “mengusir” wartawan yang datang tidak diundang sejauh ia betul-betul membutuhkan informasi untuk berita.
• Sediakan bahan-bahan atau data tertulis sebagai pelengkap tulisan/ berita yang akan ditulis wartawan. Apakah itu proposal, brosur, rilis dan lain-lain.
• Masukkan bahan-bahan tadi dalam map atau amplop.
• Jika akan memberi cinderamata atau uang transportasi, masukkanlah ke dalam amplop besar atau map tadi.
• Hindari jumpa pers satu arah. Berilah kesempatan wartawan untuk bertanya.
• Jangan heran apabila dalam kesempatan itu wartawan akan bertanya pula tentang materi lain di luar materi yang dijumpaperskan.
• Hindari jawaban “No Comment” dalam diskusi, sebab jawaban ini mengesankan pembenaran dari pernyataan wartawan.
• Khusus dalam Press Briefing karena dilakukan secara reguler dalam kegiatan besar, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Susunlah jadwal yang pasti, siapa yang tampil sebagai narasumber dan siapkan data yang akurat.
2. Konfirmasikan dahulu, apakah narasumber yang akan ditambilkan itu bersedia muncul dalam pertemuan dengan wartawan.
3. Siapkan bahan-bahan tertulis dalam press room yang disediakan.
4. Buatlah jurnal harian yang akurat dan lengkap.
5. Sediakan press room yang memadai yang dilengkapi dengan berbagai sarana komunikasi dan pengetikan
PR Online
PR Online atau biasa disebut E-PR muncul ketika internet memainkan peranan penting dalam perkembangan ICT (Information and Communication Technologies). Sehingga kalangan bisnis memandang internet bisa menjadi media komunikasi strategis untuk menjalankan fungsi PR dalam organisasi. E-PR kemudian menjadi tantangan baru bagi strategi PR yang selama ini dilakukan secara offline.
Istilah E-PR merupakan bentuk penerapan perangkat ICT untuk kegiatan PR. Seperti menyebarkan press release, membangun komunikasi dengan stakeholders, mempublikasikan kegiatan perusahaan dan sebagainya. Saat ini parktisi PR mau tidak mau harus memanfaatkan ICT untuk menjalankan komunikasi yang efektif dan efisien. Mengirimkan press release kini tidak lagi melalui pos atau fax, tapi cukup melalui email. Sejumlah korporat yang memiliki website dan dikelola dengan baik, juga mempublikasikan press release di website-nya, sehingga media tinggal men-download. Misalnya di www.bi.go.id, www.pertamina.com, www.depdag.com, dan lain-lain.
Saat ini praktisi PR dituntut bisa memposisikan diri dalam E-PR. Sehingga sumber daya manusia yang dibutuhkan korporat adalah orang yang handal berselancar di dunia maya dan tahu ke mana saja mereka harus berselancar untuk membangun corporate image. Seperti dikatakan pakar bisnis dan ICT BJ Onggo, seorang praktisi E-PR harus mampu mengembangkan content untuk format distribusi apa saja (media cetak, radio, TV, situs web, e-mail, iTV, PDA, WAP, Usenet dan sejenisnya) agar dapat dengan tepat menjangkau berbagai macam audiens.
Berikut ini beberapa manfaat yang diperoleh organisasi bila menerapkan E-PR:
• Real time. Aktivitas komunikasi bisa dilakukan dengan cepat
• Komunikasi konstan. Karena E-PR menggunakan internet maka internet ibarat sekretaris yang tidak pernah tidur selama 24 jam dengan potensi target publik seluruh dunia.
• Interaktif. Penggunaan E-PR memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah, karena publik bisa memberikan feedback secara langsung dan cepat.
• No boundaries. Tidak ada batasan komunikasi dalam E-PR, sehingga bisa terhubung ke mana saja selama ada jaringan internet.
• Multi media. E-PR dapat menyajikan informasi kepada publik dengan menggabungkan berbagai media seperti tulisan (script), gambar (grafis), dan suara (audio), bahkan audio-visual (film, video) dalam satu kesatuan.
• Ekonomis. Komunikasi menggunakan internet untuk menjangkau publik yang luas lebih murah daripada media konvensional.
Beberapa perangkat yang sering digunakan dalam E-PR:
• Email. Biasanya untuk mengirimkan surat-surat elektronik, press release, dan informasi lainnya.
• Milis atau mailing list. Berisi kumpulan alamat email yang saling terhubung untuk membentuk komunitas tertentu. Misalnya antara organisasi dengan publik.
• Website. Untuk mempublikasikan berbagai informasi tentang organisasi kepada publik, baik itu profil, berita, press release, dan informasi penting lainnya.
• Jejaring Sosial. Membangun hubungan dengan audiens bisa menggunakan situs jejaring sosial seperti friendster, facebook, dan lain-lain.
• E-Bussiness Card. Kartu bisnis elektronik bisa dikirimkan ke banyak audiens.
Referensi
Abdullah, Aceng. 2000. Press Relations. Kiat Berhubungan dengan Media Massa. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Austin, Claire. 1996. Public Relations yang Sukses dalam Sepekan. Megapoin, Jakarta.
Jefkins, Frank. 2003. Public Relations. Edisi Kelima. Direvisi Oleh Daniel Yadin. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Mappatoto, Andi B. 1993. Siaran Pers. Suatu Kiat Penulisan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Soemirat, Soleh dan Ardianto, Elvinaro. 2004. Dasar-dasar Public Relations. Cetakan Ketiga. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Beberapa sumber lainnya yang relevan

KOMUNIKASI ORGANISASI

KOMUNIKASI ORGANISASI DAN MOTIVASI
Konsep Motivasi
Dari semua isu dalam bidang komunikasi, manjemen, dan kepemimpinan, terdapat isu yang paling popular dari hal tersebut, yakni motivasi. Motivasi menyangkut alas an-alasan mengapa orang mencurahkan tenaga untuk melakukan suatu pekerjaan. Biasanya bidang ekonomi memusatkan perhatiannya pada penggunaan efisien sumber daya; namun, satu asumsinya adalah, setidaknya hingga ditemukannya teori efisiensi-X oleh Leibenstein (1978), bahwa “perusahaan atau organisasi secara internal efisien, yang berarti bahwa perusahaan atau organisasi itu menghasilkan keluaran (output) maksimal bagi seperangkat sumber daya tertentu (kadang-kadang disebut efisiensi teknis)”. Asumsi ini menimbulkan asumsi sampingan bahwa organisasi pasti meminimalkan biaya.
Dari kajian kepustakaan yang dilakukan Frantz (1988) mengenai efisiensi internal, ditemukan sebagian unsur yang termasuk kedalam efisiensi-X, diantarnya adalah :
• Kajian produktivitas,
yang menunjukan bahwa perubahan sederhana dalam organisasi fisik dari proses pruduktivitas suatu pabrik akan menimbulkan kenaikan produktivitas kerja yang relative besar dan pengurangan biaya satuan yang keluar.
• Alokasi sumber daya,
seperti arus kerja, kondisi pabrik menyangkut cahaya dan suhu,jam kerja, metode pembayaran gaji, penyerdehanaan kerja.
• Faktor pendekatan manejemen
sebagai factor oragnanisasi yang mempengaruhi kemampuan dan kemauan pekerja.
Dari sudut pandang ekonomi terdapat empat unsur kunci yang merupakan konsep usaha di tempat kerja, antara lain :
1. Aktivitas (A) yang merupakan pekerjaan seseorang
2. Kecepatan (K) melakukan aktivitas
3. Presisi (P) Melakukan pekerjaan yang berkualitas
4. Pola waktu (W) atau ritme melakukan pekerjaan
Efisiensi-X , mengasumsikan, diperoleh lewat hubungan vertikal yang menumbuhkan tekanan untuk berusaha lebih banyak, kepuasaan individu dari menghindari tekanan tersebut dan kepuasan dari menerima persetujuan penyelia.
Sementara hubungan horizontal menciptakan tekanan dalam dua cara :
1. Melalui norma
semua anggota harus menanggung beban yang menjadi bagian mereka setelah mana mereka bekas bekerja segiat mungkin.
1. Norma
Setiap individu diharapkan bekerja sesedikit yang mereka inginkan, namun mereka tidak boleh bekerja sedemikian giat sehingga membuat orang lain kelihatan buruk.
TEORI MOTIVASI
Istilah Motivasi merujuk kepada dasar yang mendorong tindakan. Satu perangkat teori menganggap kekurangan kebutuhan sebagai kondisi pendorong yang menimbulkan presdiposisi tertentu untuk berprilaku. Sementara suatu teori lain menganggap harapan dalam lingkungan sebagai menimbulkan bentuk-bentuk tertentu tujuan dan indakan ysng mengikutinya; teori ketiga menganggap persepsi atas tempat kerja sebagai menimbulkan bentuk-bentuk tertentu potensi yang mendorong tindakan.
Teori Defisiensi Motivasi
Sebagian dari teori-teori paling lazim mengenai motivasi merujuk kepada kebutuhan sebagai kekuatan pendorong perilaku manusia. Berikut adalah beberapa teori yang menjelaskan tentang bagaimana kebutuhan berfungsi memotivasi manusia.
Teori Hierarki
Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan kita terdiri dari lima kategori :
1. fisiologis,
2. keselamatan atau keamanan,
3. rasa memiliki atau social,
4. penghargaan,
5. aktualisasi diri.
Menurutnya kebutuhan-kebutuhan ini berkembang dalam suatu urutan hierarkis, dengan kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling kuat hingga terpuaskan. Kebutuhan ini mempunyai pengaruh atas kebutuhan-kebutuhan lainnya selama kebutuhan tersebut tidak terpenuhi. Suatu kebutuhan pada urutan paling rendah tidak perlu terpenuhi secara lengkap sebelum kebutuhan berikutnya yang lebih tinggi menjadi aktif.
Menurut teori ini didapat 5 perangkat kebutuhan yang tersusun dalam suatu tatanan hierarkis, diantaranya adalah :
1. Kebutuhan akan aktualisasi diri
2. Penghargaan (esteem)
3. Kebutuhan akan rasa memiliki (belong-ing)
4. Keselamatan dan keamanan
5. Kebutuhan fisiologis
Teori ERG
Alderfer (1972) mengemukakan tiga kategori kebutuhan. Kebutuhan tersebut adalah ;
1. Eksistence (E) atau Eksistensi
Meliputi kebutuhan fisiologis sepeerti lapar, rasa haus, seks, kebutuhan materi, dan lingkungan kerja yang menyenangkan.
1. Relatedness (R) atau keterkaitan
Menyangkut hubungan dengan orang-orang yang penting bagi kita, seperti anggota keluarga, sahabat, dan penyelia di tempat kerja.
1. Growth (G) atau pertumbuhan
Meliputi kenginginan kita untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesanggupan kita.
Alderfer menyatakan bahwa :
Pertama : bila kebutuhan akan eksistensi tidak terpenuhi, pengaruhnya mungkin kuat, namun kategori-kategori kebuthan lainnya mungkin masih penting dalam mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan.
Kedua : meskipun suatu kebutuhan terpenenuhi, kebutuhan dapat berlangsung terus sebagai pengaruh kuat dalam keputusan.
Teori Kesehatan-Motivator
Herzberg (1966) emncoba menentukan factor-faktor apa yang mempengaruhi motivasi dalam organisasi. Ia menemukan dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia :
1. Kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan kerja atua disebut juga motivator
Meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi. Bila factor ini tidak ada di tempat kerja, pegawai akan kekurangan motivasi, namun tidak berarti tidak puas dengan pekerjaan mereka.
2. Kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja
Disebut juga factor pemeliharaan (maintenance) atau kesehata (hygiene), meliputi gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, dan hubungan antar pribadi dengan rekan kerja, atasan, dan bawahan ditempat kerja. Faktor ini berkaitan dengan lingkungan atau konteks pekerjaan alih-alih dengan pekerjaan itu sendiri. Bila factor ini ditanggapi secara positif, pegawai tidak mengalami kepuasan atau tampak termotivasi; namun bila factor-faktor tersebut tidak ada, pegawai akan merasa tidak puas.
TEORI HARAPAN DAN MOTIVASI
Teori Harapan
Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motivasi berdasarkan kebutuhan infernal, tiga asumsi pokok Vroom dari teorinya adalah sebagai berikut :
1. Setiap individu percaya bahwa bila ia berprilaku dengan cara tertentu, ia akan memperoleh hal tertentu. Ini disebut sebuah harapan hasil (outcome expectancy) sebagai penilaian subjektif seseorang atas kemungkinan bahwa suatu hasil tertentu akan muncul dari tindakan orang tersebut.
2. Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya tarik bagi orang tertentu. Ini disebut valensi (valence) sebagai nilai yang orang berikan kepada suatu hasil yang diharapkan.
3. Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Ini disebut harapan usaha (effort expectancy) sebagai kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menghasilkan pencapaian suatu tujuan tertentu.
Motivasi dijelaskan dengan mengkombinasikan ketiga prinsip ini. Orang akan termotivasi bila ia percaya bahwa :
1. Suatu perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu
2. Hasil tersebut punya nilai positif baginya
3. Hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan seseorang
Dengan kata lain Motivasi, dalam teori harapan adalah keputusan untuk mencurahkan usaha. Nadler dan Lawler (1976) atas teori harapan menyarankan beberapa cara tertentu yang memungkinkan manejer dan organisasi menangani urusan mereka untuk memperoleh motivasi maksimal dari pegawai :
1. Pastikan jenis hasil atau ganjaran yang mempunyai nilai bagi pegawai
2. Definisikan secara cermat, dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dan diukur, apa yangdinginkan dari pegawai
3. Pastikan bahwa hasil tersebut dapat dicapai oleh pegawai
4. Kaitkan hasil yang dinginkan dengan tingkat kinerja yang di inginkan
5. Pastikan bahwa ganjaran cukup besar untuk memotivasi perilaku yang penting
6. Orang bekinerja tinggi harus menerima lebih banyak ganjaran yang diinginkan daripada orang yang berkinerja rendah
TEORI PERSEPSI TENTANG MOTIVASI
Teori ini menjelaskan motivasi dalam arti bagaimana anggota organisasi menafsirkan lingkungan kerja mereka. Vitalitas kerja yang ditunjukan seseorang pekerja didasari atas factor-faktor apa yang memberi andil dan berkaitan dengan efek negative terhadap vitalitas seseorang serta apa yang menimbulkan kegairahan dalam bekerja. Vitalitas kerja didasarkan atas empat asumsi utama, yakni :
1. Seberapa jauuh harapan pegawai dipenuhi oleh organisasi
2. Apa yang dipirkan pegawai mengenai peluang mereka dalam organisasi
3. Bagaimana pendapat pegawai mengenai seberapa banyak pemenuhan yang diperoleh dari pekerjaan dalam organisai
4. Bagaimana persepsi pegawai mengenai kinerja mereka dalam oraganisai
Harapan
Menggambarkan apa yang aka orang pikirkan mengenai apa yang terjadi pada mereka. Janji adalah jaminan yang menimbulkan harapan. Suatu factor utama yang menunjukan atau mencerminkan vitalitas kerja adalah reaksi seseorang terhadap seberapa jauh harapannya telah dipenuhi oleh organisasi dimana ia bekerja. Konsekuensi bagi suatu organisasi dimana harapan tidak terpenuhi adalah kegelisahan yang menggelegak, interaksi yang secara potensial agresif, dan moral yang rendah.
Pemenuhan
Satu alasan mengapa harapan yang tak terpenuhi menimbulkan konsekuensi negative pada pegawai adalah keyainan bahwa harapan yang gagal dapat di anggap sebagai tanda kehidupan yang tak terpenuhi. Suatu kehidupan yang terpenuhi adalah kehidupan yang memungkinkan orang merasa bahwa ia telah mampu mencapai hal-hal secara pribadi, unik dan kreatif. Pemenuhan dalam bekerja menunjukan bahwa pegawai merasa bahwa mereka telah mendefenisikan diri mereka sendiri sesuai dengan keinginan mereka dan diterima.
Peluang
Peluang(opportunity) mungkin merupakan unsure paling kuat dari empat unsur yang mempengaruhi vitalitas kerja karena ia mempunyai konsekuensi yang secara potensial merusak bila tidak hadir. Peluang menggambarkan suatu situasi atau kondisi yang menyenangkan untuk mencapai suatu tujuan. Untuk membuka peluang kita menciptakan kondisi yang mendukung untuk melakukan segala sesuatu yang ingin kita lakukan. Agar peluang ada pegawai harus mempunyai kondisi yang mendukung untuk mencapai tujuan mereka. Untuk menekankan betapa penting peluang bagi kehidupan seseorang pegawai, berikut adalah 5 kategori perilaku yang dipengaruhi oleh peluang dalam organisasi :
1. Penghargaan – diri (self-esteem)
Setiap pegawai rentan terhadap perubahan dalam penghargaan-diri melalui citra yang ia peroleh dari tanggapan orang lain. Mereka yang menerima citra positif mengenai kemampuan mereka melalui komentar dan ganjaran akan menilai diri mereka sendiri lebih tinggi
2. Aspirasi
Peluang juga mempengaruhi aspirasi seseorang pegawai atau prestasi yang diinginkan. Bila organisasi mendorong dan memberi ganjaran atas tindakan yang mendukung tujuan tertentu, pegawai cenderung mengembangkan aspirasi untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Komitmen
Peluang juga mempengaruhi sejauh mana komitmen pegawai terhadap organisasi. Mereka yang mengalami pertumbuhan pribadi dan penghargaan cenderung menaruh perasaan positif kepada organisasi.
4. Energi
Pegawai yang melihat peluang yang tinggi merespons poenghargaan atas nilai mereka dengan lebih memperhatikan tugas dan lebih sedikit mencurahkan waktu untuk kegiatan yang tidak berhubungan dengan penyelesaiaan pekerjaan
5. Pemecahan masalah
Pegawai yang punya peluang tinggi cenderung proaktif dalam menangani masalah dalam pekerjaan mereka dan dalam organisasi
Kinerja
Kinerja adalah kegiatan yang paling lazim dinilai dalam suatu organisasi, yakni bagaimana ia melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan suatu pekerjaan, jabatan, atau peranan dalam organisasi. Unsur penting dalam kinerja pekerjaan adalah :
1. Tugas fungsional, berkaitan dengan seberapa baik seorang pegawai menyelesaikan seluk beluk pekerjaan, termasuk penyelesaian aspek-aspek teknis oekerjaan.
2. Tugas perilaku, berkaitan dengan seberapa baik pegawai menangani kegiatan antar pesona dengan anggota lain organisasi, termasuk mengatasi konflik, mengelola waktu, memberdayakan orang lain, bekerja dalam sebuah kelompok, dan bekerja secara mandiri
Menurut Gilbert (1978) kinerja pada dasarnya adalah produk waktu dan luang. “ peluang tanpa waktu untuk mengejar peluang tersebut bukan apa-apa. Dan waktu, yang tidak kita miliki, yang tidak memberi peluang, bahkan memiliki lebih sedikit nilai “.
Pandangan Gilbert mengenai kinerja dalam konteks vitalitas kerja dalam suatu organisasi, kinerja sangat konsisten dengan apa yang kita anggap penting untuk memberdayakan pekerja. Untuk bekerja secara cakap, pekerja membuat prestasi yang bernilai bagi organisasi seraya mengurangi biaya untuk mencapai tujuan.
IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI
IKLIM KOMUNIKASI
Istilah iklim disini merupakan kiasan (metafora) yang diterapkan pada situasi yang berbeda dengan tujuan menyatakan suatu kemiripan. Seperti Sackmann(1989) yang menyatakan bahwa suatu kiasan dapat memberi gambaran yang gamblang pada tingkat kognitif, emosional, perilaku, dan menyatakan suatu bagian tertentu pada tindakan tanpa menetapkan perilaku sebenarnya.
Frase iklim komunikasi organisasi menggambarkan suatu kiasan bagi iklim fisik, cara orang bereaksi terhadap aspek organisasi menciptakan suatu iklim komunikasi. Iklim komunikasi dipihak lain merupakan gabungan dari persepsi-persepsi-suatu evaluasi-makro-mengenai peristiwa komunikasi, perilaku manusia, proses pegawai terhadap pegawai lainnya, harapan-harapan, konflik-konflik abtar pesona, dan kesempatan bagi pertumbuhan dalam organisasi tersebut. Iklim komunikasi berbeda dengan iklim organisasi dalam arti iklim komunikasi meliputi persepsi-persepsi mengenai pesan dan peristiwa yang berhubungan dengan pesan yang terjadi dalam organisasi.
PENTINGNYA IKLIM
Iklim komunikasi sebuah organisasi mempengaruhi cara hidup kita; kepada siapa kita berbicara, siapa yang kita sukai, bagaimana perasaa kita, bagaimana kegiatan kerja kita, dan bagaimana cara kita menyesuaikan diri dengan organisasi. Redding (1972) menyatakan bahwa iklim komunikasi organisasi jauh lebih penting daripada keterampilan atau tekhnik-tekhnik komunikasi senata-mata dalam menciptakan suatu organisasi yang efektif.
Beberapa alasan pentingnya iklim komuikasi :
1. Karena mengaitkan konteks organisasi dengan konsep-konsep, perasaan-perasaan dan harapan-harapan anggota organisasi
2. Membantu menjelaskan perilaku anggota organisasi
3. Dapat memahami lebih baik apa yang mendorong anggota organisasi untuk bersikap dengan cara-cara tertentu
4. Iklim komunikasi berperan dalam keutuhan suatu budaya dan membimbing perkembangan budaya tersebut
5. Menjembatani praktik-praktik pemgelolaan sumber daya manusia dengan produktivitas
IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI
Iklim komunikasi merupakan suatu citra makro, abstrak dan gabungan dari suatu fenomena global yang disebut komunikasi organisasi. Diasumsikan bahwa iklim berkembang dari interaksi antara sifat-sifat suatu organisasi dan persepsi individu atas sifat-sifat itu. Iklim dipandang sebagai suatu kualitas pengalaman subjektif yang berasal dari persepsi atas karakter-karakter yang relative langgeng pada organisasi.
Iklim komuikasi organisasi terdiri dari persepsi-persepsi atas unsure-unsur organisasi dan pengaruh unsure-unsur tersebut terhadap komunikasi. Pengaruh ini didefinisikan, disepakati, dikembangkan dan dikokohkan secara berkesinambugan melalui dengan anggota organisasi lainya. Pengaruh ini mengahsilkan pedoman bagi keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan individu, dan mempengaruhi pesan-pesan mengenai organisasi.
Unsur-Unsur Organisasi
Unsur dasar yang membentuk suatu organisasi terdiri dari :
1. Anggota organisasi
Yaitu, Orang-orang yang melaksanakan pekerjaan organisasi, membentuk organisasi serta terlibat dalam beberapa kegiatan primer. Orang-orang ini terlibat juga dalam kegiatan pemikiran-pemikiran yang meliputi konsep-konsep, penggunaan bahasa, pemecahan masalah, dan pembentukan gagasan. Mereka juga terlibat dalam kegiatan-kegiatan perasaan yang mencakup emosi, keinginan, dan aspek-aspek perilaku manusia lainnya yang bukan aspek intelektual. Mereka juga terlibat dalam kegiatan self-moving (mencakup kegiatan fisik). Dan mereka terlibat juga dalam kegiatan elektrokimia yang mencakup brain synaps (daerah kontak otak tempat impuls saraf ditransmisikan hanya ke satu arah).
2. Pekerjaan dalam organisasi
Pekerjaan ini terdiri dari tugas-tugas formal dan tugas-tugas informal. Tugas-tuguas ini menghasilkan produk dan memberikan pelyanan organisasi. Pekerjaan ini ditandai oleh tiga dimensi universl ;
1. Isi
2. Keperluan
3. Konteks
3. Praktik-praktik pengelolaan
Tujuan primer pegawai manejerial adalah menyelesaikan pekerjaan melalui usaha orang lainnya. Manejer membuat keputusan mengenai bagaimana orang-orang lainnya, biasanya bawahan mereka, menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan mereka. Sebagian manejer membawahi para pekerja yang beroperasi dan sebagian lainnya membawahi manejer-manejer lainnya.
4. Stuktur Organisasi
Merujuk kepada hubungan-hubungan antara tugas-tugas yang dilaksanakan oleh anggota-anggota organisasi. Struktur organisasi di entukan oleh tiga variable kunci :
1. Kompleksitas
2. Formalisasi
3. Sentralisasi
5. Pedoman Organisasi
Adalah serangkaian pernyataan yang mempengaruhi, mengendalikan dan memberi arahan bagi anggota organisasi dalam mengambil keputusan dan tindakan. Pedoman organisasi tersiri atas : pernyataan-pernyataan seperti cita-cita, misi, tujuan, strategi, kebijakan, prosedur dan aturan.
Pemahaman Unsur-Unsur Organisasi
Unsur-unsur dasar organisasi dipahami secara selektif untuk menciptakan evaluasi dan reaksi yang menunjukan apkah yang dimaksud oleh setiap unsur dasar tersebut dan seberapa baik unsur-unsur ini beroperasi bagi kebaikan anggota organisasi.
Unsur-unsur organisasi tidak secara langsung menciptakan iklim komunikasi organisasi, tetapi bergantung pada persepsi anggota organisasi mengenai :
1. nilai hukum dan peraturan tersebut
2. kegiatan-kegiatan yang dikenai hukum dan peraturan tersebut
Pengaruh Komunikasi
Iklim komunikasi dapat menjadi salah satu pengaruh yang paling penting dalam produktivitas organisasi, karena iklim mempengaruhi usaha anggota organisasi. Usaha dalam hal ini merujuk kepada penggunaan tubuh secara fisik dalam bentuk mengangkat, berbiara, atau berjalan, dan memecahkan masalah.
Usaha biasanya terdiri atas 4 unsur :
1. Aktivitas
2. Langkah-langkah pelaksanaan kerja
3. Kualias hasil
4. Pola waktu kerja
Kesediaan untuk melakukan usaha sungguh-sungguh atas nama organisasi adalah satu dari tiga factor komitmen organisasi. Kepercayaan yang kuat serta penerimaan atas tujuan serta nilai-nilai organisasi, dan keinginan yang besar untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi adalah dua factor komitmen organisasi lainya.
Iklim komunikasi dalam organisasi mempunyai konsekuensi penting bagi pergantian dan masa kerja pegawai dalam organisasi. Iklim komunikasi yang positif cenderung meningkatkan dan mendukung komitmen pada organisasi. Proses-proses interaksi yang terlibat dalam perkembangan iklim komunikasi organisasi juga memberi andil pada beberapa pengaruh penting dalam restrukturisasi, reorganisasi, dan dalam menghidupkan kembali unsur-unsur dasar organisasi.
KEPUASAN KOMUNIKASI ORGANISASI
Kepuasan atas komunikasi kadang-kadang dikacaukan dengan iklim komunikasi , alasannya adalah bahwa iklim, merupakan fungsi dari bagaimana kepuasan anggota terhadap komunikasi dalam organisasi. Kepuasan menggambarkan suatu konsep individu dan konsep mikro sedangkan iklim merupakan konsep makro dan konsep gabungan.
Kepuasan juga menggambarkan evaluasi atas suat keadaan internal afektif, sedangkan iklim merupakan deskripsi kondisi eksternal bagi indivivu. Iklim terdiri dari suatu citra gabungan entitas atau fenomena global, seperti komunikasi atau organisasi. Kepuasan menggambarkan reaksi afektif individu ata shasil-hasil yang dinginkan yang berasal dari komunikasi yang terjadi dalam organisasi.
Istilah kepuasan komunikasi digunakan untuk menyatakan keseluruhan tingkat kepuasan yang di rasakan pegawai dalam lingkungan awl komunikasinya. Meskipun komunikasi terlihat bertumpang tindih dengan iklim komunikasi.Kepuasan komunikasi ini cenderung memperkaya gagasan iklim dengan menyoroti tingkat individu dan pribadi.
Analalisis Down dan Hazen (1977) mengidentifikasikan bahwa kepuasan komunikasi terdiri dari 8 dimensi, yakni :
1. Sejauh mana komunikasi dalam organisasi memotivasi dan merangsang para pegawai untuk memenuhi tujuan organisasi dan untuk berpihak kepada organisasi
2. Sejauh mana penyelia terbuka pada gagasan, mau mendengarkan dan menawarkan bimbingan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pekerjaan
3. Sejauh mana para individu menerima informasi tentang lingkungan kerja saat itu
4. Sejauh mana pertemuan-pertemuan diatur dengan baik, pengarahan tertulis singkat dan jelas, dan jumlah komunikasi dalam organisasi cukup
5. Sejauh mana terjadinya desas-desus dan komunikasi horizontal yang cermat dan mengalir bebas
6. Sejauh mana informasi tentang organisasi sebagai suatu keseluruhan memadai
7. Sejauh mana para bawahan responsive terhadap komunikasi kebawah dan memperkirakan kebutuhan penyelia
8. Sejauh mana pegawai merasa bahwa mereka mengetahui bagaimana mereka dinilai dan bagaimana keinerja mereka dihapus.
ALIRAN INFORMASI DALAM ORGANISASI
Sifat Aliran Informasi
Aliran informasi dalam suatu organisasi adalah suatu proses dinamik; dalam proses inilah pesan-pesan secara tetap dan berkesinambungan diciptakan, ditampilkan, dan dinterpretasikan. Proses ini berlangsung terus dan berubah secara konstan – artinya komunikasi organisasi bukanlah sesuatu yang terjadi kemudian berhenti. Komunikasi terjadi sepanjang waktu.
Guetzkow (91965) menyatakan bahwa aliran informasi dalam suatu organisasi dapat terjadi denga tiga cara :
1. Serentak
2. Berurutan
3. Kombinasi antara serentak dan berurutan
Penyebaran pesan secara serentak
Maksudnya adalah penyebaran pesan yang dilakukan secara bersama dan pesan tersebut harus tiba dibeberapa tempat yang berbeda pada saat yang sama. Penyebaran pesan tersebut memerlukan suatu rencana untuk menggunakan strategi atau tekhnik penyebaran pesan. Strategi dan tekhnik penyebaran pesan biasanya dipertimbangkan berasarkan waktu dan media apa yang digunakan agar pesan tersebut dapat cepat diterima oleh si penerima pesan,
Penyebaran pesan secara berurutan
Haney (1962) mengemukakan bahwa penyampaian pesan berurutan merupakan bentuk komunikasi yang utama, yang pasti terjadi dalam organisasi, meliputi perluasan bentuk penyebaran diadik. Dalam hal ini setiap individu penerima pesan pertama mula-mula menginterpretasikan pesan pesan yang diterimanya dan kemudian meneruskan hasil interpretasinya kepada orang berikutnya dalam rangkaian tersebut.
Pola Aliran Informasi
Aliran informasi berkembang dari kontak antar pesona yang teratur dan cara-cara rutin pengiriman dan penerimaan pesan. Katz da Kahn (1966) menunjukan bahwa pola atau keadaan urusan yang teratur mensyaratka nbahwa komunikasi diantara para nggota system tersebut di batasi.
Analisis eksperimental pola-pola ku\omunikasi menyatakan bahwa pengaturan tertentu mengenai siapa berbicara kepada siapa mempunyai konsekuensi besar dalam berfungsinya organisasi. Menurutnya pola aliran informasi dibedakan menjadi :
1. Pola roda
Adalah pola yang mengarahkan seluruh informasi kepada individu yang menduduki posisi sentral. Orang yang dalam posisi sentral menrima kontak dan informasi yang disediakan oleh anggota orgnaisasi lainnya dan memecahkan masalah dengan saran dan persetujuan anggota lainnya.
2. Pola lingkaran
Adalah pola informasi yang memungkinkan semua anggota berkomunikasi satu dengan yang lainnya hanya melalui sejenis system pengulangan pesan. Tidak seorang anggotapun yang dapat berhubungan langsung dengan semua anggota lainnya, demikian pula tidak ada anggota yang memiliki akses langsung terhadap seluruh informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan.
Peranan Jaringan Kerja Komunikasi
Analisis jaringan telah mengungkapkan sifat-sifat khas sejumlah peranan jaringan komunikasi. Berikut adalah tujuh peranan jaringan komunikasi, antara lain :
1. Anggota klik
Klik adalah sebuah kelompok individu yang paling sedikit separuh dari kontaknya merupakan hubungan dengan anggota-anggota lainnya. Prasyarat keanggotaan klik adalah bahwa individu-individu harus mampu melakukan kontak satu sama lainnya, bahkan dengan cara tidak langsung. Klik terdiri dari individu-individu yang keadaan sekelilingnya memungkinkan kontak antar individu, dan yang merasa amat puas dengan kontak-kontak tersebut. Klik-terdiri dari individu-individu yang memiliki alasan formal, yang berhubungan dengan jabatan untuk melakukan kontak sekaligus juga mempunyai alasan informal yang bersifat antar pesona.
2. Penyendiri
Adalah mereka yang hanya melakukan sedikit atau sama sekali tidak mengadakan kontak dengan anggota kelompok lainnya. Beberapa anggota organisasi menjadi penyendiri bila berurusan dengan kehidupan pribadi pegawai-pegawai lainnya tetapi jelas merupakan anggota klik bila pesan-pesan berkenaan dengan perubahan dalam kebijakan dan prosedur organisasi.
3. Jembatan
Adalah seorang anggota klik yang memiliki sejumlah kontak yang menonjol dalam kontak antar kelompok, juga menjalin kontak dengan anggota klik lain. Sebuah jembatan berlaku sebagai pengontak langsung antara dua kelompok pegawai.
4. Penghubung
Adalah orang yang mengaitkan atau menghubungkan dua klik atau lebih tetapi ia bukan anggota salah satu kelompok yang dihubungkan tersebut.Penghubung mengkaitkan satuan-satuan organisasi bersama-sama dan menggambarkan orang-orang yang berlaku sebagai penyaring informasi.
5. Penjaga gawang
Adalah orang yang secara strategis ditempatkan dalam jaringan agar apat melakukan pengendalian atas pesan apa yang akan disebarkan melalui system tersebut.
6. Pemimpin pendapat
Adalah orang tanpa jabatan formal dalam semua system social, yang membimbing pendapat dan mempengaruhi orang-orang dalam keputusan mereka. Mereka merupakan orang-orang yang mengikuti persoalan dan dipercaya orang-orang lainya untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
7. Kosmopolit
Adalah individu yang melakukan kontak dengan dunia luar, dengan individu-individu diluar organisasi. Kosmopolit menghubungkan para anggota organisasi dengan orang-orang dan peristiwa-peristiwa diluar batas-batas struktur organisasi.
Arah Aliran Informasi
Komunikasi kebawah
Komunikasi kebawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah. Adapun jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan, antara lain :
1. Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan
2. Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan
3. Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi
4. Informasi mengenai kinerja pegawai
5. Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas
Informasi yang disampaikan dari seorang atasan kepada bawahan tidaklah begitu saja disampaikan, utamanya mereka harus melewati pemilihan metode dan media informasi. Ada enam kriteria yang sering digunakan untuk memilih metode penyampaian informasi kepada para pegawai, antara lain :
1. Ketersediaan
2. Biaya
3. Pengaruh
4. Relevansi
5. Respons
6. Keahlian
Adapun metode yang sering digunakan para atasan untuk menyampaikan informasi kepada bawahannya antara lain :
1. Tulisan saja
2. Lisan saja
3. Tulisan diikuti lisan
4. Lisan diikuti tulisan
Komunikasi ke Atas
Komunikasi keatas dalam sebuah orgaisasi berarti bahwa informasi menngalir dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Beberapa alasan pentingnya arus komunikasi keatas didasarkan pada :
1. Aliran informasi keatas memberi informasi berharga untuk pembuatan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan orang-orang lainnya.
2. Komunikasi keatas memberitahukan kepada penyelia kapan bawahan mereka siap menerima apa yang dikatakan kepada mereka.
3. Komunikasi keatas memungkinkan –bahkan mendorong-omelan dan keluh kesah muncul kepermukaan dehingga penyelia tahu apa yang mengganggu mereka yang paling dekat dengan operasi-operasi sebenarnya.
4. Komunikasi keatas menumbuhkan apresiasi dan loyalitas kepada organisasi dengan memberi kesempatan kepada pegawai untuk menentukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi kebawah.
5. Komunikasi keatas membantu pegawai mengatasi masalah pekerjaan mereka dan dengan organisasi tersebut.
6. Komunikasi keatas mengizinkan penyelia untuk menentukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi ke bawah.
Kebanyakan analisis dan penelitian dalam komunikasi keatas menyatakan bahwa penyelia dan manejer harus menerima informasi berupa ; informasi yang memberitahukan apa yang dilakukan bawahan, menjelaskan persoalan-persoalan kerja, memberi saran atau gagasan untuk perbaikan dalam unit-unit mereka, dan mengungkapkan bagaimana pikiran dan perasaan bawahan tentang pekerjaan mereka, rekan kerja mereka, dan organisasi.
Komunikasi keatas dapat menjadi terlalu rumit dan menyita waktu dan mungkin hanya segelintir manejer organisasi yang mengetahui bagaimana cara memperoleh informasi dari bawah. Sharma (1979) memberikan alasan mengapa komunikasi keatas terlihat amat sulit :
1. Kecenderungan bagi pegawai untuk menyembunyikan pikiran mereka.
2. Perasaan bahwa penyelia dan manejer tidak tertarik kepada masalah pegawai.
3. Kurangnya penghargaan bagi komunikasi keatas yang dilkaukan pegawai.
4. Peraaan bahwa penyelia dan manejer tidak dapat dihubungi dan tidak tanggap pada apa yang disampaikan pegawai.
Prinsip-prinsip saluran keatas
Planty dan machaver (1952) mengemukakan tujuh prinsip sebagai pedoman program komunikasi keatas. Prinsip-prinsip tersebut antara lain ;
1. Program komunikasi keatas yang efektif harus direncanakan.
2. Program komunikasi keatas yang efektif berlangsung secara berkesinambungan.
3. Program komunikasi keatas yang efektif menggunakan saluran rutin
4. Program komunikasi keatas yang efektif menitikberatkan kepekaan dan penerimaan dalam pemasukan gagasan dari tingkat yang lebih rendah.
5. Program komunikasi keatas yang efektif mencakup mendenngarkan secara objektif
6. progaranm komunikasi keatas yang efektif mencakup tindakan untuk menanggapi masalah
7. Progran komunikasi keatas yang efektif menggunakan berbagai media dan metode untuk meningkatkan aliran informasi.
Komunikasi Horizontal
Komunikasi horizontal terdiri dari penyampaian informasi diantara rekan sejawat dalam unit kerja yang sama. Unit kerja meliputi individu-individu yang ditempatkan pada tingkat otoritas yang sama dalam organisasi dan mempuyai atasan yang sama.
Tujuan dari komunikasi horizontal adalah :
1. Untuk mengkordinasikan penugasan kerja
2. Berbagi informasi mengenai rencana dan kegiatan
3. Untuk memecahkan masalah
4. Untuk memperoleh pemahaman bersama
5. Untuk mendamaikan, berunding, dan menengahi perbedaan
6. Untuk menumbuhkan dukungan antar pesona
Bentuk komunikasi horizontal yang paling umum mencakkup semua jenis kontak antar pesona. Bahkan bentuk komunikasi horizontal tertulis cenderung menjadi lebih lazim. Komunikasi horizontal paling sering terjadi dalam rapat komisi, interaksi pribadi, selama waktu istirahat, obrolan di telepon, memo dan catatan, kegiatan social dan lingkaran kualitas.
Komunikasi Lintas Saluran
Merupakan penyampaian informasi rekan sejawat yang melewati batas-batas fungsional dengan individu yang tidak menduduki posisi atasan maupun bawahan mereka. Mereka melintasi jalur fungsional dan berkomunikasi dengan orang-orang yang diawasi dan yang mengawasi tetapi bukan atasan ataupun bawahan mereka. Mereka tidak melewati otoritas lini untuk mengarahkan orang-orang yang berkomunikasi dengan mereka dan terutama harus mempromosikan gagasan-gagasan mereka. Namun mereka memiliki mobilitas tinggi dalam organisasi; mereka dapat mengunjungi bagian lain atau meninggalkan kantor mereka hanya untuk terlibat dalam komunikasi informal.
Komunikasi Informal, Pribadi, atau Selingan
Informasi informal / personal ini muncul dari interaksi diantara orang-orang, informasi ini tampaknya mengalir dengan arah yang tidak dapat diduga, dan jaringannya digolongkan sebagai selentingan. Informasi yang mengalir sepanjang jaringan kerja selentingan terlihat berubah-ubah dan tersembunyi. Dalam istilah komunikasi selintingan digambarkan sebagai metode penyampaian laporan rahasia tentang orang-orang dan peristiwa yang tidak mengalir melalui saluran perusahaan yang formal. Informasi yang diperoleh melalui selentingan lebih memperhatikan apa yang dikatakan atau didengar oleh seseorang daripada apa yang dikeluarkan oleh pemegang kekuasaan.
Hubungan
Goldbaher mendefinisikan organisasi sebagai sebuah jaringan hubungan yang saling bergantung, ini berarti bahwa hal-hal tersebut saling mempengaruhi dan saling dipengaruhi satu sama lainnya. Pola dan sifat hubungan dalam organisasi dapat ditentukan oleh jabatan dan peranan yang ditetapkan bagi jabatan tersebut. Namun individu-individu bertindak diluar struktur peranan, sehingga menciptakan jalinan komunikasi dan struktur. Hubungan-hubungan dalam organisasi berbeda ditinjau dari sifat antarpesona hubungan tersebut.
Hubungan Antar Pesona
Hubungan paling intim yang kita miliki dengan orang-orang lain dalam tingkat pribadi, antar teman, sesame sebaya, biasanya disebut hubungan antar pesona. Suatu anailisis khusus tentang hubungan antar pesona menyatakan bahwa kita akan berhasil bila kita melakukan hal-hal berikut ini :
1. Menjaga kontak pribadi yang akrab tanpa menumbuhkan perasaan bermusuhan
2. Menetapkan dan menegaskan identitas kita dalam hubungan dengan orang lain tanpa membesar-besarkan ketidaksepakatan.
3. Menyampaikan informasi kepada oranglain tanpa menimbulkan kebingunngan, kesalahpahaman, penyimpangan, atau perubahan lainnya yang disengaja
4. Terlibat dalam pemecahan masalah yang terbuka tanpa menimbulkan sikap mbertahan atau menghentikan proses
5. Membantu orang-orang lainnya untuk mengembangkan gaya hubungan persona dan antar pesona yang efektif
6. Ikut serta dalam interaksi social informal tanpa terlibat dalam muslihat atau gurauan atau hal-hal lainnya yang menggangu komunikasi yang menyenangkan
Hubungan antar pesona cenderung menjadi lebih baik bila kedua belah pihak melakukan hal-hal berikut :
1. Menyampaikan perasaan secara langsung dan dengan cara yang hangat dan ekspresif
2. Menyampaikan apa yang terjadi dalam lingkungan pribadi mereka melalui penyingkapan diri
3. Menyampaikan pemahaman yang positif, hangat kepada satu sama lainnya dengan memberikan respons-respons yang relevan dan penuh pengertian
4. Bersikap tulus kepada satu sama lain dengan menunjukan sikap menerima secara verbal maupun non verbal
5. Selalu menyampaikan pandangan positif tanpa syarat terhadap satu sama lainnya dalam perbincangan yang tidak menghakimi dan ramah
6. Berterus-terang mengapa menjadi sulit atau bahkan mustahil untuk sepakat satu sama lainnya dalam perbincangan yang tidak menghakimi, cermat, jujur, dan membangun.
Hubungan posisional
Hubungan posisional ditentukan oleh struktur dan tugas-tugas fungsional anggota organisasi. Menurut Koontz dan O’Donnel (1968) lusinan kesalahan umum yang merintangi kinerja efektif dan efisien individu dalam organisasi adalah ;
1. Kegagalan untuk merencanakan secara benar
Sebagian dari kegagalan untuk merencanakan dengan benar lebih banyak terletak pada pengaturan disekitar orang-orang dari pada pengaturan jabatan.
2. Kegagalan untuk menjernihkan hubungan
Kegagalan untuk menjernihkan hubungan organisasi menimbulkan kecemburuan, percekcokan, ketidakamanan, ketidakefisienan,dan pelepasan tanggung jawab lebih banyak dari kesalahan lainnya dalam pengorganisasian
Hubungan Atasan – Bawahan
Konsep hubungan atasan-bawahan bersandar kuat pada perbedaan dalam otoritas, yang diterjemahkan menjadi perbedaan dalam status, hak, dan pengawasan. Sintesa Jablin tentang komunikasi atasan bawahan memperkenalkan sembilan kategori masalah :
1. Pola interaksi
2. Keterbukaan
3. Distorsi ke atas
4. Pengaruh ke atas
5. Jarak informasi semantic
6. Atasan efektif versus atasan tidak efektif
7. Sifat-sifat pribadi diad
8. Umpan balik
9. Pengaruh variable-variabel organisasi sistemik pada kualitas komunikasi atasan bawahan
Hubungan Berurutan
Informasi disampaikan ke seluruh organisasi formal oleh suatu proses; dalam proses ini orang dipuncak hierarki mengirimkan pesan ; kepada orang kedua yang kemudian mengirimkannya lagi kepada orang ketiga. Reproduksi pesan orang pertama menjadi pesan orang kedua, dan reproduksi pesan orang kedua menjadi pesan orang ketiga. Tokoh kunci dalam system ini adalah pengulang pesan (relayor).
Fungsi pengulang pesan
Seorang pengulang pesan menerima pesan dan membawanya sepanjang sebagian perjalanan pesan itu kearah beberapa titik akhir dengan cara yang amat mirip dengan kuda-kuda segar pengganti yang mengankut penunggangnya sepanjan rute, dan orang yang membawa tongkat dalam lomba lari estafet.
A.G. Smith (1973) memperkenalkan empat fungsi dasaryang dilkaukan seorang pengulang pesn, yaitu :
1. Menghubungkan
2. Menyimpan
3. Merentangkan
4. Mengendalikan
Para pengulang pesan adalah orang-orang perantara – penengah antara pengirim dan penerima. Mereka menghubungkan unit-unit system dengan menyelaraskan unit-unit tersebut satu sama lainnya. Adakalanya pengulang pesan mengubah pesan yang dibawanya untuk tujuan menghasilkan keharmonisan antara unit-unit dalam system tersebut, namun mengubah pesan bertentangan dengan etika memelihara dan melestarikan system. Meskipun demikian, dengan mengatur penyampaian, penyimpanan, dan penafsiran pesan, seorang pengulang pesan melakukan pengendalian atas system komunikasi.

Selasa, 06 Juli 2010

MPS

ANGGAPAN UMUM DAN ILMU

Dalam materi ini akan dibahas tentang beberapa persoalan; perbedaan anggapan umum dengan ilmu, asumsi-asumsi dasar ilmu, tujuan ilmu, teori ilmiah, proses ilmu dan hubungannya dengan penelitian ilmiah.
Anggapan umum dan ilmu
• Anggapan umum : Informasi-informasi yang sudah biasa diterima kebenarannya tanpa dipersoalkan lagi
- petani melihat bintang
- dukun membuat daun menjadi obat
• Merupakan pendahulu dari ilmu.
- masalah ekonomi berasal dari persoalan rumah tangga
- biologi berasal dari persoalan mengatasi kesehatan manusia
• Biasa disebut juga sebagai common sense

Banyak pembahas ilmu yang terkesan dengan pertalian antara anggapan umum dan ilmu sehingga menyatakan bahwa ilmu tidak lain daripada anggapan umum yang diorganisasikan dan diklasifikasikan (Nagel, 1961:3).
Tapi ilmu bukanlah pendapat umum. Tentu ada perbedaan antara ilmu dengan pendapat umum, setidaknya ada lima yang bisa dikemukakan (Rakhmat, 1998:2) :
1. Informasi anggapan umum biasanya tidak disertai dengan penjelasan mengapa itu terjadi.
Ø Ilmu mengorganisasikan dan mengklasifikasikan pengetahuan berdasarkan penjelasan
Ø Ilmu berusaha menemukan dan merumuskan kondisi-kondisi yang menentukan terjadinya berbagai peristiwa
Ø Pernyataan tentang kondisi-kondisi penentu inilah yang disebut penjelasan ilmiah.
2. Informasi dalam anggapan umum mengandung konsep-konsep yang pengertiannya luas atau kabur
- luas dalam arti bahwa makna atau kelompok hal yang ditunjukkan oleh istilah tidak dibatasi secara jelas dan tajam
- kabur dalam arti hubungan di antara konsep-konsep itu tidak dirumuskan secara khusus dan cermat
Ø Ilmu menjelaskan cakupan atau batasan istilah yang dipergunakan dan memperjelas secara khusus hubungan di antara istilah-istilah itu
Ø Kecermatan ilmu diungkapkan dalam bentuk kuantifikasi, pemberian nilai bilangan pada gejala yang diteliti
Si Fulan, misalnya, dianggap lebih cerdas daripada si Anu. Itu anggapan umum. Ilmuwan atau psikolog, dapat menunjukkan kecerdasan tersebut berdasarkan jumlah skor IQ di antara keduanya.
3. Anggapan umum diterima tanpa diuji kebenarannya.
Ø Ilmu secara sistematis dan empiris menguji teori dan hipotesis yang dinyatakan.
Ø Ilmuwan sosial, amat berhati-hati dalam memelihara penelitiannya dari pandangan yang bersifat sepihak
Ø Testabilitas, atau hal yang dapat diuji, adalah ciri pokok ilmu dibandingkan dengan metode-metode pengetahuan lain.
Ø Pengujian dalam ilmu juga dibatasi dengan tiga ketentuan: sistematis, terkontrol, dan empiris.
4. Anggapan umum tidak pernah mempersoalkan kontrol.
Ø Dalam pengertian ilmiah, kontrol berarti bahwa ilmuwan secara sistematis berusaha menghilangkan ikut-sertanya variabel-variabel lain yang menjadi sebab terjadinya peristiwa tertentu selain variabel yang dihipotesiskan sebagai penyebab.
Ø Hanya variabel yang tertentu saja yang dapat dijadikan patokan diantara beberapa variabel yang dibuat.
5. Erat kaitannya dengan pengujian dan kontrol, ilmu, dalam menjelaskan gejala yang diamatinya, selalu berusaha menghindari menjelaskan metafisis.
Ø Pertimbangan-pertimbangan yang sifatnya tidak dapat diuji kebenarannya, bukan kewajiban ilmiah untuk membuktikannya.

Kaidah-kaidah Ilmu
Ilmu ditegakkan di atas kaidah: orde, determinisme, parsimoni, dan empirisme. Tanpa mempercayai keempat kaidah ini, penelitian ilmiah tidak dapat dilakukan.
1. Orde.
Ilmu percaya bahwa alam ini teratur, tidak serampangan. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi ini mengikuti aturan yang teratur dalam suatu pola yang tertentu, dalam suatu orde (tatanan). Gerhana bulan pada saat tertentu dapat diramalkan karena bulan beredar dalam pola edar yang tertentu. Jadwal shalat dan penentuan bulan qamariah dapat diketahui jauh sebelumnya, karena peredaran planet-planet sudah tetap.
Ilmu kedokteran, tidak akan berjalan dengan baik kalau masing-masing tubuh manusia berjalan sendiri-sendiri tanpa aturan. Pendeknya, tanpa orde, ilmu tidak dapat menemukan hukum-hukum yang berlaku umum (generalisasi).
2. Determinisme.
Ilmu percaya bahwa setiap peristiwa mempunyai sebab, determinan, atau anteseden (pendahulu) yang dapat diselidiki. Hubungan antara di antara berbagai peristiwa dapat ditemukan.
Misalnya, psikolog, percaya bahwa tingkah laku manusia ditentukan oleh pengalamannya terdahulu. Ahli komunikasi percaya bahwa pemberian arti pada suatu pernyataan yang ditentukan oleh proses decoding (mengalih sandi) dalam diri penerima.
3. Parsimoni (kesederhanaan).
Kaidah parsimoni menunjukkan bahwa ilmu lebih menyukai penjelasan yang sederhana daripada penjelasan yang kompleks bila kedua-duanya sama-sama menjelaskan fakta.
Ilmu juga menyukai penjelasan yang mencakup lebih banyak fenomena daripada penjelasan yang terbatas pada fenomena tertentu.
Parsimoni erat kaitannya dengan generalisasi penemuan ilmiah. Beberapa disiplin ilmu, seperti ilmu-ilmu alam (natural sciences), lebih memenuhi kaidah parsimoni. Ilmu-ilmu sosial lebih berhati-hati dalam melakukan generalisasi.

4. Empirisme.
Empirisme menunjukkan kepercayaan pada observasi atau eksperimen. Kesimpulan-kesimpulan ilmu haruslah didasarkan pada pengalaman yang dapat diamati, pada peristiwa yang empiris. Observasi ilmiah dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Empirisme juga berarti bahwa observasi tidak boleh subjektif, tetapi harus bersifat publik.
Peristiwa yang diamati harus terjadi pada tempat, waktu, dan cara yang memungkinkan observasi orang lain. Erat kaitannya dengan objektivitas, observasi ilmiah harus dapat diulang.
- Replikasi – atau pengulangan observasi ilmiah oleh pengamat-pengamat lain – menjamin adanya observasi yang dapat dipercaya.
- Pengalaman-pengalaman mistis tidak dapat dikatakan ilmiah karena sifatnya yang individual dan sukar diulangi oleh orang lain pada tempat, waktu, dan cara yang sama.
- Empirisme memungkinkan ilmu selalu diuji, diulangi, sehingga komunikabilitas dan akumulasi informasi dapat dilakukan secara sistematis.

Tujuan Ilmu
Tujuan pokok ilmu adalah memahami gejala-gejala alam. Ada berbagai tahap pemahaman:
1. Deskripsi gejala secara cermat. Misalnya, dalam memahami apa yang disebut kecerdasan, ilmuwan lebih dahulu menentukan apakah ada gejala kecerdasan. Kalau ada, unsur-unsur apa yang merupakan komponen kecerdasan.
2. Penjelasan. Kita dapat menjelaskan suatu gejala bila dapat menjabarkan kondisi-kondisi yang menentukan timbulnya gejala tersebut. Kecermatan penjelasan ditentukan oleh sejumlah faktor yang dipergunakan untuk menerangkan timbulnya gejala. Makin sedikit faktor yang dijabarkan, makin cermat penjelasan. Bila berbagai faktor menjadi alasan timbulnya gejala, kita belum memahami gejala itu.
Penjelasan erat kaitannya dengan prediksi (ramalan). Makin spesifik suatu penjelasan, makin cermat kita melakukan prediksi.
3. Mengorganisasikan secara sistematis semua bukti empiris yang ada dalam suatu satuan pengetahuan. Bila suatu penjelasan telah diuji berkali-kali dan terbukti benar, penjelasan itu menjadi fakta ilmiah. Fakta-fakta ilmiah, bila diorganisasikan secara sistematis, serta metode yang digunakan untuk sampai kepada fakta-fakta tersebut, merupakan pengetahuan ilmiah.

Teori Ilmiah
Tujuan utama ilmu, adalah penjelasan gejala alam secara cermat sehingga dapat melakukan prediksi. Bila penjelasan ini telah diuji berkali-kali dan terbukti benar, penjelasan ini dinamakan teori. “Teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut” (Kerlinger, dalam Rakhmat, 1998 : 6).
Secara terinci teori ilmiah ditandai oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Teori terdiri dari proposisi-proposisi. Proposisi adalah hubungan yang terbukti di antara berbagai variabel. Proposisi ini biasanya dinyatakan dalam bentuk “jika, maka”.
2. Konsep-konsep dalam proposisi telah dibatasi pengertiannya secara jelas. Pembatasan konsep ini menghubungkan abstraksi dengan dunia empiris.
3. Teori mungkin harus bisa diuji, diterima atau ditolak kebenarannya. Pembatasan pengertian konsep yang dipergunakan menyiratkan kemungkinan pengujian teori.
4. Teori harus dapat melakukan prediksi. Teori agresi dapat meramalkan bahwa bila guru selalu menghambat tingkah laku anak, frekuensi agresi akan bertambah. Teori disonansi kognitif, dapat meramalkan bahwa dalam suasana disonansi, orang akan mencari pembenaran (justifikasi) terhadap perilakunya.
5. Teori harus dapat melahirkan proposisi-proposisi tambahan yang semula tidak diduga.

Fungsi teori:
• Teori merupakan alat untuk mencapai satuan pengetahuan yang dinamis. Teori penting sekali dalam memperjelas pengetahuan sebagai dasar organisasi pemikiran.
• Teori pembimbing penelitian. Dari teori dapat dijabarkan hipotesis baru. Bila ada teori yang berlawanan, penelitian dapat menguji mana di antara teori itu yang benar.

ADVERTISING

MANAJEMEN BIRO IKLAN

Dalam kitab Etika Pariwara Indonesia (EPI), biro iklan (advertising agency) diartikan sebagai suatu organisasi usaha yang memiliki keahlian untuk merancang, mengkoordinasi, mengelola, dan atau memajukan merek, pesan, dan atau komunikasi pemasaran untuk dan atas nama pengiklan dengan memperoleh imbalan atas layanannya tersebut. Dengan demikian, perusahaan periklanan adalah termasuk kategori perusahaan jasa.
Bisnis periklanan di Indonesia termasuk salah satu bisnis yang berkembang cukup pesat. Jumlah anggota Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) dari tahun ke tahun menunjukan kenaikan (total per akhir 2005 terdaftar 412 perusahaan periklanan di seluruh Indonesia dengan nyaris 50%-nya berada di DKI Jakarta).
Media massa baru juga semakin bermunculan, baik itu stasiun TV maupun media cetak. Semakin banyak pula perguruan tinggi yang membuka jurusan periklanan, komunikasi, disain grafis dan sejenisnya selain kursus-kursus singkat mengenai berbagai keahlian dalam bekerja di perusahaan periklanan.
Berkarir di biro iklan bagi sebagian orang dianggap menarik karena biro iklan dianggap tempat kerja yang kreatif, dinamis dan berjiwa muda. Walaupun demikian, tak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya bekerja di biro iklan juga memiliki tingkat stress kerja yang cukup tinggi.


Secara umum, struktur organisasi suatu biro iklan dapat digambarkan sebagai berikut:
Berdasarkan struktur di atas, secara umum, ada beberapa fungsi di biro iklan yang bisa menjadi pilihan berkarir; yaitu:

1.Bina Usaha (Account Management)
Secara singkat, departemen ini berfungsi sebagai ‘jembatan’ antara klien-klien suatu biro iklan dengan departemen-departemen lainnya di biro iklan tersebut. Saat ia menghadapi klien, maka ia mewakili biro iklannya dalam mendapatkan informasi tentang apa saja kebutuhan klien untuk suatu program komunikasi pemasaran dari produk/jasa klien tersebut. Ia harus dapat menangkap dengan jeli peluang-peluang usaha yang mungkin dapat ia peroleh dari klien-kliennya. Ia juga harus mampu berpikir secara strategis untuk membantu memecahkan masalah komunikasi pemasaran dari kliennya.
Pada saat ia bertemu dengan rekan-rekannya di biro iklan, maka ia menjadi wakil klien dalam menjabarkan dengan sebaik mungkin kebutuhan klien tersebut. Ia juga akan membantu klien memastikan bahwa segala penugasan dari klien terlaksana dengan kualitas terbaik, tepat waktu dan tepat anggaran.

Beberapa kualifikasi yang akan mendukung keberhasilan seseorang dalam mengawali karirnya dalam fungsi ini adalah:
Kemampuan berhubungan dengan individu (human relation)
Kemampuan melakukan presentasi dengan menyakinkan
Kemampuan berbahasa asing (Inggris, Mandarin dan sebagainya)
Mempunyai jiwa “melayani” dengan penuh semangat dan ceria
Kemampuan menganalisa kebutuhan-kebutuhan klien
Kemampuan memahami strategi pemasaran klien
Mempunyai apresiasi yang baik atas nilai-nilai seni/kreatifitas
Kemampuan memimpin kelompok kerja
Kemampuan mengambil keputusan dalam waktu yang singkat
Menguasai proses kerja di biro iklan dengan baik
Tekun dan teliti dalam menyelesaikan tugas-tugas administrasi

2.Perencanaan Strategis (Strategic Planning)
Departemen ini berfungsi untuk membantu departemen Bina Usaha dan Kreatif dalam menemukan ide-ide dasar pemecahan masalah komunikasi pemasaran dari klien biro iklan. Pada beberapa biro iklan, fungsi ini masih digabungkan dengan fungsi dari departemen Bina Usaha.
Tugas utama dari departemen ini adalah untuk ‘menerjemahkan’ taklimat (brief) dari klien agar memudahkan tim kreatif mengembangkan ide-ide mereka. Suatu taklimat dari klien pada prinsipnya adalah suatu problem. Seorang Perencana Strategis (Strategic Planner) harus mampu memperoleh alternatif pendekatan terbaik untuk memecahkan permasalahan klien tersebut.
Kunci keberhasilan seorang Perencana Strategis dalam memecahkan masalah klien adalah: 1) pemahaman yang mendalam mengenai produk/jasa klien dan 2) pemahaman yang mendalam mengenai konsumen dari produk/jasa klien. Termasuk dalam pengertian “produk/jasa klien” adalah seluruh pesaing-pesaingnya.
Bagaikan seorang jenderal dalam suatu medan perang, Perencana Strategis mempunyai peran yang kritikal dalam menentukan arah strategi komunikasi periklanan atas suatu produk/jasa.

Beberapa kualifikasi yang akan mendukung keberhasilan seseorang dalam mengawali karirnya dalam fungsi ini adalah:
* Kemampuan berpikir secara analitis (baik kuantitatif maupun kualitatif) dan konseptual yang kuat dan tajam
* Menguasai teknik-teknik penelitian/riset
* Mempunyai apreasi yang baik atas nilai-nilai seni/kreatifitas
* Mempunyai wawasan yang luas
* Kemampuan melakukan presentasi dengan baik dan jelas, termasuk disini adalah kemampuan ’menjual’ suatu ide atau solusi

3.Kreatif
Departemen ini berfungsi sebagai ‘dapur’ dari suatu biro iklan. Di departemen inilah permasalahan komunikasi pemasaran klien dicoba dipecahkan. Tim kreatif memperoleh masukan dari para Perencana Strategis. Kualitas dari taklimat yang diperoleh dari Perencana Strategis inilah yang akan menentukan titik awal kualitas keluaran dari suatu tim kreatif; seperti kata pepatah Inggris: Garbage In, Garbage Out.
Selain menemukan ide-ide kreatif untuk memecahkan masalah tersebut, tim kreatif juga harus memikirkan media apa saja yang akan sesuai untuk menjadi sarana komunikasi produk/jasa tersebut. Biasanya, hal ini akan membutuhkan kerja-sama dengan Departemen Media.
Tim kreatif umumnya terdiri dari 2 fungsi utama; yaitu fungsi Pengarah Seni (Art Director) dan fungsi Penulis Naskah (Copywriter). Pengarah Seni bertanggung-jawab untuk menemukan ide-ide yang bersifat visual sedangkan Penulis Naskah akan mencari ide-ide yang bersifat verbal (baik tulisan maupun lisan, tergantung jenis media iklan yang digunakan). Kecuali untuk media radio yang hanya membutuhkan komunikasi verbal, kebanyakan jenis media lainnya akan sangat membutuhkan kerja-sama yang erat di antara ke dua fungsi tersebut.

Beberapa kualifikasi yang akan mendukung keberhasilan seseorang dalam mengawali karirnya dalam fungsi ini adalah:
* Kemampuan berpikir secara kreatif (secara visual ataupun verbal)
* Mempunyai wawasan yang luas, khususnya dalam bidang yang berkaitan dengan kreatifitas
* Kemampuan tidak cepat putus asa bila ide/solusinya ditolak
* Kemampuan bekerja dalam tingkat stres yang tinggi
* Kemampuan bekerja dalam tim
* Kemampuan melakukan presentasi dengan baik

4.Media
Departemen ini bertanggung-jawab dalam memberikan solusi kepada klein berkaitan dengan pengaturan anggaran/biaya pemasangan iklan klien di media massa. Dalam Departemen ini biasanya terdapat beberapa sub-fungsi yaitu: Perencanaan Media (Media Planning), Negosiasi Media (Media Negotiation), dan Pelaksanaan Media (Media Implemention atau Media Buyer).
Tugas utama dari seorang Perencana Media (Media Planner) adalah untuk memastikan bahwa anggaran/biaya pemasangan iklan suatu klien/produk akan mencapai suatu tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi. Efektif dalam pengertian media yang digunakan akan mampu menjangkau sasaran konsumen utama dari produk klien tersebut. Efisien dalam pengertian klien mendapatkan harga terbaik yang mampu menjangkau sasaran konsumuen utamanya sebanyak mungkin. Dalam melakukan perhitungan efektifitas dan efisiensi tersebut seorang Perencana Media harus memahami bauran media (media mix) seperti apa yang dapat mencapai kondisi optimal yang diharapkannya.
Negosiator Media bertanggung jawab untuk melakukan negosiasi baik dari sisi harga pemasangan iklan di media massa, waktu pemasangan, maupun hal-hal yang berkaitan dengan ‘ukuran’ (space) iklan di suatu media massa. Idealnya diharapkan iklan suatu produk dapat dipasang dengan harga semurah mungkin, di tempat/waktu yang paling efektif dalam menjangkau sasaran konsumennya dan dengan memperoleh ‘ukuran’ (space) iklan yang seluas/selama mungkin.
Pelaksana Media (Media Implementor/Buyer) bertanggung-jawab mengimple-mentasikan rancangan dan strategi pemasangan iklan yang disusun oleh Perencana Media dan memastikan bahwa target efektifitas dan efisiensi yang telah disepakati dengan klien dapat tercapai.

Beberapa kualifikasi yang akan mendukung keberhasilan seseorang dalam mengawali karirnya dalam fungsi ini adalah:
* Menguasai ilmu statistik (pengolahan data dan analisa data kuantitatif)
* Mempunyai wawasan yang luas, khususnya mengenai kondisi media massa
* Kemampuan bekerja dalam tim
* Kemampuan melakukan presentasi (khususnya bagi Perencana Media)
* Kemampuan bernegosiasi (khususnya bagi Negosiasi Media)
* Kemampuan bekerja dengan detil/teliti tapi tetap dengan kecepatan kerja yang tinggi
* Kemampuan mengambil keputusan dalam waktu yang singkat (khususnya bagi Pelaksana Media)
Keempat departemen di atas boleh dikatakan sebagai empat pilar utama dalam suatu biro iklan. Dalam perkembangannya saat ini, suatu biro iklan saat ini bisa saja tidak memiliki ke empat pilar tersebut. Selain kemungkinan digabungkannya fungsi Bina Usaha dengan Perencanaan Strategis, pada saat ini makin banyak biro iklan yang melepaskan departemen medianya dan menyerahkan bisnis pemasangan iklannya melalui suatu biro iklan media (media agency). Biro iklan yang melakukan hal ini akibatnya hanya berfungsi sebagai biro iklan kreatif (creative agency atau sering pula disebut sebagai brand agency). Bila Anda ingin mengirimkan lamaran ke suatu biro iklan, pastikan bahwa posisi yang Anda incar memang ada pada perusahaan tersebut.

Selain ke empat pilar di atas, ada beberapa departemen lainnya yang mempunyai fungsi yang menunjang keberhasilan ke empat departemen tersebut. Berikut ini uraian singkat dari beberapa departemen penunjang tersebut:

1.Studio Kreatif
Departemen ini bertanggung-jawab untuk merubah ide-ide yang ditemukan oleh tim kreatif (Pengarah Seni ataupun Penulis Naskah) kedalam bentuk yang dapat lebih “mudah” dilihat dan dipahami oleh orang kebanyakan. Sederhananya: tugas mereka adalah memvisualisasikan ide-ide yang awalnya hanya bersifat “dalam angan-angan” atau baru berupa coretan-coretan sederhana. Jadi, kecuali materi iklan itu hanya berbentuk audio (suara), maka untuk materi-materi lainnya, peran studio ini akan dibutuhkan.
Staf Studio yang menggunakan kemampuan tangannya (secara manual) dalam memvisualisasikan suatu ide disebut Visualizer. Individu ini harus mempunyai keahlian menggambar yang tinggi dalam berbagai gaya sesuai dengan kebutuhan dari tim kreatifnya.
Selain secara manual, visualiasi ide tersebut juga dapat dilakukan dengan bantuan peralatan komputer dan perangkat lunak. Individu yang mampu melakukan hal ini disebut sebagai Graphic Designer. Seorang Graphic Designer harus mampu menangkap ide-ide yang disampaikan tim kreatifnya dan menggunakan segala kemampuannya dan penguasaannya atas perangkat komputer dan perangkat lunaknya untuk menghasilkan karya grafis yang diharapkan oleh tim kreatifnya.
Untuk materi-materi yang akan membutuhkan proses lebih lanjut seperti iklan televisi, maka hasil akhir dari departemen ini adalah gambar-gambar visual yang akan digunakan sebagai patokan/bimbingan bagi penuntasan proses selanjutnya oleh rumah produksi iklan televisi (dikenal dengan istilah story-board).
Seorang staf Studio Kreatif juga diharapkan mempunyai pengetahuan mengenai pengaruh/psikologi warna, komposisi disain, jenis-jenis huruf (font), efek cahaya, jenis-jenis media iklan (jenis-jenis kertas, plastik dan bahan-bahan lainnya yang bisa menjadi media iklan) dan dalam beberapa penugasan dibutuhkan pula keahlian dalam memahami bentuk secara 3 dimensi.
Satu catatan kecil yang Penulis ingin sampaikan disini bahwa masih sering terjadi kesalah-pahaman di antara pelamar pekerjaan ke biro iklan yang mencampur-adukan pemahaman antara fungsi Pengarah Seni (Art Director) dengan Graphic Designer. Satu hal yang membedakan secara nyata ke dua fungsi ini adalah bahwa seorang Pengarah Seni tidaklah dituntut kemampuannya dalam menggambar secara manual ataupun dalam penguasaan perangkat lunak yang berkaitan dengan disain grafis. Seorang Pengarah Seni dituntut untuk lebih memfokuskan daya pikirnya dalam penciptaan ide-ide yang orisinil dan kreatif.

2.Produksi Cetak dan Audio Visual
Departemen ini bertanggung-jawab untuk meneruskan proses kerja yang dilakukan di departemen Studi Kreatif sampai suatu materi iklan benar-benar siap ditayangkan. Produksi Cetak bertanggung-jawab untuk bekerja sama dengan percetakan sehingga menghasilkan materi-materi iklan cetak. Sedangkan Produksi Audio Visual akan bekerja sama dengan rumah produksi iklan TV maupun rumah produksi radio untuk menghasilkan iklan-iklan TV atau radio.



Kunci keberhasilan dari departemen ini dapat diukur dari beberapa kriteria berikut:
* Kualitas yang tinggi
* Harga/biaya yang kompetitif
* Waktu penyelesaian yang tepat waktu
Untuk menunjang keberhasilannya, seorang Produser Cetak harus menguasai dengan baik detil proses cetak (seperti jenis kertas, jenis mesin cetak, pencampuran tinta warna dan lain-lain). Sedangkan Produser Audio Visual harus menguasai proses kerja dalam suatu rumah produksi, memahami fungsi alat-alat/teknologi yang digunakan rumah produksi serta mempunyai wawasan yang luas sehingga mampu memilih sutradara film iklan yang sesuai dengan yang diharapkan oleh tim kreatif.

3.Pencarian Model (Casting/Talent Department)
Departemen ini berfungsi untuk membantu tim kreatif dan tim Produksi Cetak dan Audio Visual dalam menyediakan alternatif model iklan yang sesuai dengan ide tim kreatif. Model ini dalam pengertian yang seluas-luasnya, dalam arti, bisa saja model itu adalah sebagai seorang individu secara lengkap, bisa pula hanya model untuk suatu bagian tubuh tertentu (model rambut, model tangan, model kaki dan lain-lain), termasuk juga model suara.
Seorang pencari model yang handal akan mampu menerjemahkan ide-ide kreatif dari tim kreatif dan memberikan saran-saran profesionalnya dalam mencari model iklan yang sesuai. Ia juga harus mempunyai wawasan yang luas dan mata yang ‘tajam’ dalam menemukan model iklan yang cocok. Tidaklah selalu suatu model hanya dilihat dari kondisi fisiknya saja karena karakter dan gaya/perilaku seseorang juga dapat mempengaruhi apakah ia akan cocok ataukah tidak menjadi model suatu iklan. Pencari model juga harus dibekali dengan kemampuan membujuk seseorang agar mau menjadi model iklan.

4.Manajemen Proyek (Project Management)
Departemen ini berfungsi sebagai ‘pengawas’ (controller) atas berlangsungnya suatu proses kerja perusahaan periklanan. Keberhasilan departemen ini akan ditentukan oleh kriteria-kriteria berikut:
* Pekerjaan yang tepat waktu (on-time)
* Anggaran/biaya yang tidak melebihi rencana awal (on-budget)
* Kualitas yang tepat/sesuai dengan pesanan (on-quality)
Untuk dapat melakukan fungsinya dengan profesional, seorang staf Manajemen Proyek harus memahami dengan sangat baik seluruh proses kerja di perusahaan periklanan. Ia juga harus memahami kuantitas dan kualitas seluruh tenaga kerja yang tersedia dan mampu mengatur dengan baik pembagian waktu kerja serta beban kerja mereka. Mereka juga harus mampu bekerja dalam tekanan yang tinggi, mengambil keputusan di saat-saat yang genting dan selalu siap dengan alternatif pemecahan masalah, termasuk bila suatu pekerjaan terpaksa harus diselesaikan oleh pihak-pihak di luar perusahaan (out-sourcing).

5.Departemen Lini Bawah (Below-The-Line Department)
Departemen ini akan sangat bervariasi dari satu biro iklan ke biro iklan lainnya. Hal ini didorong oleh makin derasnya kebutuhan akan promosi yang bersifat “lini bawah”. Promosi “lini atas” biasanya dikaitkan dengan promosi melalui media-media yang konvensional; seperti media cetak (koran, majalah, tabloid, billboard dan lain sebagainya), media audio (radio), dan media audio visual (televisi, bioskop). Pengembangan lebih detil dari fungsi ini akan tergantung dari orientasi bisnis suatu perusahaan periklanan. Pengertian mengenai promosi ’lini bawah’ inipun saat ini terus berkembang dengan pesat dan semakin luas areanya.

Beberapa contoh yang dapat diuraikan disini, misalnya:

Events Marketing:
Bertugas untuk mencari bentuk-bentuk kegiatan (events) yang dapat mendukung promosi suatu produk. Kegiatan itu bisa berupa: pertunjukan musik, demo penggunaan suatu produk, lomba olah-raga, pameran, dan lain sebagainya.

Retail Marketing:
Bertugas untuk mencari celah-celah media baru yang ada di area transaksi (retail area) untuk menggugah minat konsumen. Contoh sederhananya antara lain: pemasangan poster di dekat konter pembayaran, pemasangan materi-materi iklan di suatu warung, pemasangan stiker promosi di lantai sautu toko, pemasangan rak/lemari pajang khusus (booth) disuatu supermarket dan lain sebagainya.

Sponsored Program:
Bertugas mencari kemungkinan suatu promosi dapat ”ditempelkan” dalam bentuk mensponsori suatu kegiatan yang sudah ada atau menciptakan suatu kegiatan/program khusus. Program yang paling umum disponsori adalah film-film atau program di televisi ataupun program di radio. Tapi kegiatan ini telah berkembang cukup jauh sehingga saat ini bahkan suatu film bioskop-pun dapat disponsori oleh suatu produk.

Interactive & Direct Marketing:
Dalam konteks ini, Interactive Marketing/Promotion adalah suatu pendekatan dimana suatu kegiatan dilakukan sedemikan rupa sehingga memunculkan interaksi antara suatu produk dengan konsumennya secara langsung. Program-program promosi interaktif ini paling sering ditemui di dunia maya melalui penampilan web-site dari suatu produk atau kegiatan yang disponsori suatu produk tertentu. Bentuk ini sebenarnya adalah pengembangan dari kegiatan lapangan (events) yang mempertemukan suatu produk dengan konsumennya pula.

Direct Marketing/Promotion adalah suatu pendekatan pemasaran ataupun promosi yang dilakukan dengan cara mengirimkan suatu pesan khusus (bisa melalui kurir ataupun SMS/MMS) dan biasanya konsumen sekaligus dapat melakukan pemesanan pembelian barang/jasa melalui pesan khusus tersebut.

6.Riset Media (Media Research)
Departemen ini sangat erat berhubungan dengan fungsi Perencanaan Media. Fungsi mereka adalah membantu Perencana Media dengan memberikan masukan-masukan mengenai perilaku konsumen yang berkaitan dengan penggunaan media massa (misalnya: seberapa sering seseorang membaca koran per minggunya, dimana atau kapan mereka paling sering membaca koran dan lain sebagainya).
Di Indonesia, ada beberapa biro riset media independen yang datanya dapat dibeli oleh biro iklan. Departemen ini dapat pula berfungsi untuk melakukan pengolahan data-data riset dari biro riset media independen itu untuk kemudian menyajikan hasil telaah/analisanya kepada Perencana Media.

7.Jasa Terpadu (Central Service Division)
Divisi ini merupakan gabungan dari beberapa departemen penunjang yang bersifat umum (nyaris selalu ada di perusahaan manapun juga). Dalam divisi ini terdapat antara lain fungsi keuangan, pajak, akunting, bagian umum, personalia/SDM, dan teknologi informasi yang Penulis rasa tidak perlu dijabarkan di sini.

Seperti dapat Anda baca di atas, sebenarnya cukup banyak posisi/fungsi di perusahaan periklanan yang tidak berkaitan langsung dengan suatu bidang pendidikan tertentu. Dan sampai saat kinipun belum ada institusi pendidikan yang mampu mencetak tenaga ahli periklanan secara umum dan mampu memenuhi kebutuhan seluruh fungsi-fungsi di atas. Hal ini berakibat perusahaan periklanan yang profesional akan menyediakan program orientasi dan pelatihan agar individu-individu yang bekerja di sana dapat secepatnya beradaptasi dengan pekerjaan-pekerjaan mereka.

Sedikit tambahan mengenai gambaran umum ciri-ciri pekerjaan yang ada pada perusahaan periklanan:
a. Variasi pekerjaan yang kompleks
b. Dinamika perubahan yang cepat
Perubahan dari sisi klien
Perubahan dari sisi internal perusahaan
Perubahan dari sisi mitra kerja lainnya
c. Tenggat waktu pekerjaan yang singkat
d. Bekerja dalam tim dan menghadapi berbagai jenis kepribadian
e. Lingkungan sosial yang relatif informal
f. Struktur organisasi cenderung datar dan matriks
g. Kebutuhan akan pengetahuan yang luas (tingkat intelektual yang tinggi)
h. Tingginya tingkat keluar-masuk karyawan (employee turn-over rate)
i. Karyawan relatif berusia muda (rata-rata 30-32 tahun)
j. Tantangan untuk selalu memunculkan ide-ide kreatif

Setiap jenis perusahaan dan pekerjaan akan membutuhkan individu dengan karakter dan kemampuan yang berbeda pula. Beberapa karakter individu yang dapat menunjang keberhasilan dalam karir Anda di suatu perusahaan periklanan adalah:

1. Kreatifitas (Creativity):
Kreatifitas adalah inti kehidupan dari suatu perusahaan periklanan. Jiwa kreatifitas harus mengalir di seluruh departemen dan di seluruh perusahaan periklanan, bukan hanya kewajiban dari tim/departemen kreatif saja.

2. Semangat dan Kecintaan Terhadap Pekerjaan (Passionate):
Kreatifitas yang maksimum hanya dapat muncul bila ada semangat kerja untuk selalu mencapai yang terbaik dan menimbulkan kekaguman bagi semua pihak.

3. Berani Mengambil Resiko (Risk Taking):
Resiko gagal adalah sesuatu yang wajar dalam proses kreatifitas dan inovasi. Perusahaan periklanan akan menghargai pengambilan resiko yang berhasil (tanpa harus memberikan `hukuman` atas ide kreatif yang gagal).

4. Dorongan & Kepercayaan (Empowerment & Trust):
Menghargai tiap kontribusi dari tiap individu untuk membangun suasana kerja yang saling percaya hingga karyawan memunculkan seluruh pontensi-potensi mereka semaksimal mungkin.

5. Proaktif (Proactive):
Individu yang proaktif adalah inti suatu tim yang mampu berprestasi maksimal untuk menciptakan ide-ide yang mengagumkan. Perusahaan periklanan mendukung dan mendorong karyawannya untuk melakukan inisiatif dan bertanggung-jawab penuh dalam menciptakan dan mendukung ide-ide yang cemerlang tersebut

6. Ceria (Fun):
Suasana kerja yang menyenangkan dibutuhkan untuk merangsang dan terus menjaga tingkat enerji dan kreatifitas yang tinggi sehingga perlu diciptakan suasana yang menyenangkan bagi semua orang dengan tetap menjaga rasa saling menghargai satu sama lain.

Minggu, 04 Juli 2010

Sistem Pers Indonesia

SISTEM PERS INDONESIA
A. Pengertian dan ciri-ciri pers
Istilah pers berasal dari bahasa Belanda, yang berarti dalam bahasa Inggris berarti press. Secara harfiah pers berarti cetak, dan secara maknafiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak (Effendy,1994).
Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam pengertian sempit. Pers dalam pengertian luas meliputi segala penerbitan, bahkan termasuk pers elektrolit, radio siaran, dan televisi siaran. Sedangkan pers dalam arti sempit hanya terbatas pada pers cetak, yakni surat kabar, majalah, dan buletein kantor berita.
Meskipun pers mempunyai dua pengertian seperti diterangkan di atas, pada umumnya orang menganggap pers itu pers cetak: suart kabar dam majalah. Anggapan umum seperti itu disebabkan oleh ciri khas yang terdapat pada media itu, dan tidak dijumpai pada media lain.
Ciri-ciri komunikasi massa adalah sebagai berikut: komunikasi dengan menggunakan pers; proses berlangsung satu arah; komunikatornya melembaga; pesan bersifat umum; medianya menimbulkan keserempakan; dan komunikannya bersfat heterogen (Effendy, 1994).
Sedangkan Haris Sumadiria (2004) mengatakan ciri-ciri pers adalah sebagai berikut:
1. Periodesitas. Pers harus terbit secara teratur, periodek, misalnya setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, dan sebagainya. Pers harus konsisten dalam pilihan penerbitannya ini.
2. Publisitas. Pers ditujukan (disebarkan) kepada khalayak sasaran yang sangat heterogen. Apa yang dimaksud heterogen menunjuk dua hal, yaitu geografis dan psikografis. Geofrafis menunjuk pada data administrasi kependudukan, seperti jenis kelamin, kelompok usia, suku bangsa, agama, tingkat pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan, dan sebagainya. Sedangkan psikografis menunjuk pada karakter, sifat kepribadian, kebiasaan, adat istiadat, dan sebagainya.
3. Aktualitas. Informasi apapun yang disuguhkan media pers harus mengandung unsur kebaruan, menunjuk kepada peristiwa yang benar-benar baru terjadi atau sedang terjadi. Secara etimologis, aktualitas (actuality) mengandung arti kini dan keadaan sebenarnya, secara teknis jurnalistik, aktualitas mengandung tiga dimensi: kalender;waktu; masalah. Aktualitas kalender berarti merujuk kepada berbagai peristiwa yang sudah tercantum atau terjadwal dalam kalender. Aktualitas waktu berkaiutan dengan peristiwa yang baru saja terjadi, atau sesaat lagi akan terjadi. Aktualitas masalah berhubungan dengan peristiwa yang dilihat dari topiknya, sifatnya, dimensi dan dampaknya, kharakteristiknya, mencerminkan fenomena yang senantiasa mengandung unsur kebaruan.
4. Universalitas. Berkaitan dengan kesemestaan pers dilihat dari sumbernya dan dari keanekaragaman materi isinya.
5. Objektivitas. Merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh oleh surat kabar dalam menjalankan profesi jurnalistiknya. Setiap berita yang disuguhkan itu harus dapat dipercaya dan menarik perhatian pembaca.
Ciri-ciri tersebut dipenuhi, baik oleh pers cetak surat kabar dan majalah maupun oleh pers elektrolit radio dan televisi. Kendati demikian, antara pers cetak dan pers elektrolit itu terdapat perbedaan yang khas, yakni pesan-pesan yang disiarkan oleh pers elektrolit hanya diterima sekilas dan khalayak harus selalu berada di depan pesawat, sedangkan pesan-pesan yang disiarkan pers cetak dapat diulangkaji dan dipelajari serta disimpan untuk dibaca pada tiap kesempatan.
Pers adalah lembaga kemasyarakatan, sebagai lembaga kemasyarakatan, pers merupakan subsistem kemasyarakatan tempat ia berada bersama dengan subsistem lainnya. Dengan demikian maka pers tidak hidup secara mandiri, tetapi dipengaruhi oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan lain. Bersama-sama dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya itu, pers berada dalam keterikatan organisasi yang bernama negara, karenanya pers dipengaruhi bahkab ditentukan oleh falsafah dan sistem politik negara tempat pers itu hidup. Pers di negara dan di masyarakat tempat ia berada bersama mempunyai fungsi yang universal. Akan tetapi, sejauh mana fungsi itu dapat dilaksanakan bergantung pada falsafah dan sistem politik negara tempat pers itu beroperasi.
Fred S. Siebert, Theodore Peterson dan Wibur Schramm (1963), dalam Four Theories of the Press membedakan teori pers ke dalam: teori pers otoriter, teori pers liberal, teori pers komunis, teori pers tanggungjawab sosial.
Bagaimana dengan pers di Indonesia? Pengertian pers di Indonesia sudah jelas sebagaimana tercantum pada Undang-undang nomer 40 tahun 1999, seperti tersurat sebagai berikut:
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, megolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Definisi pers tersebut menunjukkan bahwa pers di Indonesia tegas-tegas merupakan lembaga kemasyarakatan bukan lembaga pemerintah, bukan terompet pemerintah. Dengan kata lain, pers kita menganut teori tanggung jawab sosial. Mengenai hal ini secara jelas dicantumkan pada pasal 15 (tentang peran dewan pers dan keanggotaan dewan pers), dan pasal 17 (tentang peranan masayarakat dalam kehidupan pers) UU no 40 tahun 1999.
Ibarat sebuah bangunan, pers hanya akan bisa berdiri kokoh apabila bertumpu pada tiga pilar penyangga utama yang satu sama lain berfungsi saling menopang (Haris Sumadiria, 2004). Ketiga pilar itu adalah:
1. Idealisme. Dalam pasal 6 UU Pers no 40 tahun 1999 dinyatakan, pers nasional melaksanakan peranan sebagai: a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi dan hak-hak azasi manusia serta menghormati kebhinekaan; c. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan infoemasi yang tepat, akurat, dan benar; d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; e. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Maknanya, bahwa pers harus memiliki dan mengemban idealisme. Idealisme adalah cita-cita, obsesi, sesuatu yang terus dikejar untuk dijangkau dengan segala daya dan cara yang dibenarkan menurut etika dan norma profesi yang berlaku serta diakui oleh masyarakat dan negara. Menegakkan nilai0nilai demokrasi dan hak asasi manusia, memperjuangkan keadilan dan kebenaran, adalah contoh idealisme yang harus diperjuangkan pers. Dasarnya, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 3 ayat (1) UU no 40 tahun 1999, pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
2. Komersialisme. Pers harus mempunyai kekuatan dan keseimbangan. Kekuatan untuk mencapai cita-cita itu, dan keseimbangan dalam mempertahankan nilai-nilai profesi yang diyakininya. Agar mendapat kekuatan, maka pers harus berorientasi kepada kepentingan komersial. Seperti ditegaskan pasal 3 ayat (2) UU no 40 tahun 1999, pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Sebagai lembaga ekonomi, penerbitan pers harus dijalankan dengan merujuk pada pendekatan kaidah ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Secara manajerial perusahaan, pers harus memetik untung dan sejauh mungkin menghindari kerugian. Dalam kerangka ini, apapun sajian pers tak bisa dilepaskan dari muatan nilai bisnis komersial sesuai dengan pertimbangan dan tuntutan pasar. Hanya dengan berpijak pada nilai-nilai komersial, penerbitan pers bisa mencapai cita-citanya yang ideal.
3. Profesionalisme. Profesianalisme adalah isme atau paham yang menilai tinggi keahlian profesional khususnya, atau kemampuan pribadi pada umumnya, sebagai alat utama untuk mencapai keberhasilan. Seseorang bisa disebut profesional apabila dia memenuhi lima ciri berikut: a. memiliki keahlian tertentu yang diperoleh melalui penempaan pengalaman, pelatihan, atau pendidikan khusus di bidangnya; b. mendapat gaji, honorarium atau imbalan materi yang layak sesuai dengan keahlian, tingkat pendidikan, atau pengalaman yang diperolehnya; c. seluruh sikap, perilaku dan aktivitas pekerjaannya dipagari dengan dan dipengaruhi oleh keterikatan dirinya secara moral dan etika terhadap kode etik profesi; d. secara sukarela bersedia untuk bergabung dalam salah satu organisasi profesi yang sesuai dengan keahliannya; e. memiliki kecintaan dan dedikasi luar biasa luar biasa terhadap bidang pekerjaan profesi yang dipilih dan ditekuninya; f. tidak semua orang mampu melaksanakan pekerjaan profesi tersebut karena untuk menyelaminya mensyaratkan penguasaan ketrampilan atau keahlian tertentu. Dengan merujuk kepada enam syarat di atas, maka jelas pers termasuk bidang pekerjaan yang mensyaratkan kemampuan profesionalisme.
B. Sejarah Pers Indonesia
Pers di Indonesia mulai berkembang jauh hari sebelum negara Indonesia diproklamasikan. Pers telah dipergunakan oleh para pendiri bangsa kita sebagai alat perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan.
Sejak pertengahan abad ke 18, orang-orang Belanda mulai memperkenalkan penerbitan surat kabar di Indonesia. Penguasa kolonial mengekang pertumbuhan pers, meskipun penerbitnya terdiri dari orang-orang Belanda sendiri. Tetapi surat kabar yang tumbuh dari akhir abad ke 19 hingga awal abad berikutnya, juga merupakan sarana pendidikan dan latihan bagi orang-orang Indonesia yang memperoleh pekerjaan di dalamnya (Tribuana Said, 1988). Surat kabar pertama di Indonesia adalah Bataviase Nouvelles (Agustus 1744 – Juni 1746), disusul kemudian Bataviasche Courant (1817), Bataviasche Advertentieblad (1827). Pada tahun 1855 di Surakarta terbit surat kabar pertama dalam bahasa Jawa, bernama Bromartani. Surat kabar berbahasa Melayu yang pertama adalah Soerat Kabar Bahasa Melajoe, terbit di Surabaya pada tahun 1956. kemudian lahir surat kabar Soerat Chabar Betawie (1958), Selompret Melajoe (Semarang, 1860), Bintang Timoer (Surabaya, 1862), Djoeroe Martani (Surakarta 1864), dan Biang Lala (Jakarta, 1867). Perkembangan pers di masa penjajahan sejak pertengahan abad ke 19 ternyata talah dapat menggugah cendekiawan Indonesia untuk menyerap budaya pers dan memanfaatkan media cetak sebagai sarana membangkitkan dan menggerakkan kesadaran bangsa.
Dalam proses selanjutnya, terjadilah pembauran antara pengasuh pers dan masyarakat yang mulai terorganisasi dalam klub-klub studi, lembaga-lembaga sosial, badan-badan kebudayaan, bahkan gerakan-gerakan politik. Wartawan menjadi tokoh pergerakan, atau sebaliknya tokoh pergerakan menerbitkan pers. Sejak lahirnya Budi Utomo pada bulan mei 1908, pers merupakan sarana komunikasi yang utama untuk menumbuhkan kesadaran nasioal dan meluaskan kebangkitan bangsa Indonesia. Pada gilirannya proses tersebut mengukuhkan gerakan mencapai kemerdekaan. Lahirlah surat-surat kabar dan majalah seperti Benih Merdeka, Sora Ra’jat Merdika, Fikiran Ra’jat, Daulat Ra’jat, Soeara Oemoem, dan sebagainya, serta organisasi Persatoean Djoernslis Indonesia (1933) adalah tanda-tanda meningkatnya perjuangan kemerdekaan di lingkungan wartawan dan pers nasional sebagai bagian dari perjuangan nasional secara keseluruhan.
Antara awal kemerdekaan dan sepanjang masa demokrasi terpimpin hingga menjelang Orde Baru tahun 1966, kehidupan politik, terutama dunia kepartaian, sangat berpengaruh terhadap perkembangan pers nasional. Pola pertentangan antara kelompok pemerintah dan kelompok oposisi dalam dunia kepartaian juga ditumbuhkan dalm dunia pers, sehingga timbul di satu pihak pers pendukung pemerintah (tepatnya prokabinet) dan di lain pihak pers oposisi. Konfigurasi sikap dan kedudukan pers berubah berbarengan dengan terjadinya perubahan pada konfigurasi politik kepartaian dan pemerintahan. Bahkan sebagian pers memilih pola pers bebas seperti di negara liberal, dengan kadar kebebasan dan persepsi tanggung jawab yang banyak ditentukan oleh wartawan masing-masing. Kondisi pers nasional tergambarkan di atas berlaku dalam masa perjuangan mempertahan kemerdekaan antara tahun 1945 – 1949 dan dalam masa pemerintahan parlementer antara tahun 1950 – 1959. ekses-ekses dari kondisi tersebut di atas adalah pemberontakan-pemberontakan bersenjata, ketidak stabilan sistem pemerintahan, penodaan kebebasan pers, danlain-lain.
Meskipun sistem parlementer telah terkubur sejak keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang memberlakukan kembali UUD 1945, pola pertentangan partai-partai masih bertahan. Bahwa pada masa demokrasi terpimpin , wartawan Indonesia umumnya, PWI (didirikan pada 9 Februari 1946) khususnya, tetap berpegang teguh pada dasar negara Pancasila, tidak terlepas dari latar belakang dan landasan lhirnya gerakan kemabali UUD 1945. Yaitu, pertentangan dan perlawanan terhadap golongan yang ingin menciptakan undang-undang dasar berdasarkan asas dan dasar negara yang lain. Tetapi, karena kepentingan Manipolisasi dan Nasakomisasi yang semakin menonjol, terutama akibat agitasi dan propaganda golongan PKI yang ingin memperbesar pengaruhnya dalam rangka merebut kekuasaan, maka ideologi Pancasila semakin terdesak oleh konsep-konsep revolusi.
Orde Baru bangkit sebagai puncak kemenangan atau rezim Demokrasi Terpimpin yang pada hakikatnya telah dimulai sejak tahun 1964 tatkala kekuatan Pancasila, termasuk pers, mengadakan perlawanan terbuka terhadap ofensif golongan PKI melalui jalur Manipolisasi dan Nasokomisasi. Kehancuran G30S/PKI merupakan awal ’pembenahan’ kehidupan nasional, pembinaan di bidang pers dilakukan secara sistematis dan terarah. Pada masa ini produk perundangan pertama tentang pers adalah UU no 11 tahun 1966. pengembangan pers nasional lebih lanjut diwujudkan dengan mengundangkan UU no 21 tahun 1982 sebagai penyempurnaan UU no 11/1966. Penciptaan lembaga Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUUP) mencerminkan usaha nyata ke arah pelaksanaan kebebasan pers yang dikendalikan oleh pemerintah atau kebebasan pers yang bertanggung jawab pada pemerintah, suatu bentuk pengadopsian terhadap teori pers otoriter.
Terlepas dari kritik terhadap konsep penerbitan untuk mengatasi represi politik, pada tahun 1980-an banyak surat kabar yang menyesuaikan kebijakannya pada sistem politik yang berlaku (Hermawan Sulistyo, dalam Maswadi Rauf 1993). Surat kabar bukan hanya dipahami sebagai saluran kegiatan politik, namun juga sebagai saluran kegiatan ekonomi, budaya, soial, dan sebagainya. Ukuran ekonomi tampak dari penerbitan pers yang melihat hal ini sebagai lapangan bisnis. Karena alihan konsep ini, banyak kalangan pers yang kemudian menghindari ’wilayah rawan’ dengan membuka segmen pembaca baru. Fenomena yang paling mencolok ialah menjamurnya jumlah media yang berebut pangsa pasar di kalangan pembaca wanita. Kelompok Femina, misalnya, juga mengelola Ayahbunda, Gadis, dan Sarinah Group. Kelompok Gramedia juga terlihat menghindari ’daerah rawan’ dengan mengelola Nova, Hai, Intisari, Tiara, Bola, Bobo, dan sebagainya.
Kemudian pada tahun 1998, lahirlah gerakan reformasi terhadap rezim Orde Baru. Keberhasilan gerakan ini, melahirkan peraturan perundangan-peraturan perundangan sebagai pengganti peraturan perundangan yang menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. UU no 40 tahun 1999 merupakan salah satu contoh. Sejak sistem politik Indonesia mengundangkan UU no 40 tahun 1999, secara normatif, kita telah menganut teori pers tanggungjawab sosial (kebebasan pers yang bertanggung jawab pada masyarakat/kepentingan umum). Berbeda dengan UU no 11 tahun 1966 juncto UU no 21 tahun 1982 yang memberi kewenangan pada pemerintah untuk mengontrol sistem pers, UU no 40 tahun 1999 memberi kewenangan kontrol kepada masyarakat. Penanda itu terletak antara lain pada pasal 15 dan 17 UU no 40 tahun 1999.
UU Pokok Pers No.40/1999 sebenarnya telah memberi landasan yang kuat bagi perwujudan kemerdekaan pers di Indonesia. Namun dalam praktiknya hingga kini kemerdekaan pers belum berlangsung secara substansial karena masih lemahnya penghargaan insan pers terhadap profesinya. Banyak sekali terjadi pelanggaran etika dan profesionalisme jurnalistik yang justru kontraproduktif bagi esensi kemerdekaan pers. Maraknya aksi-aksi massa terhadap kantor penerbitan di samping menunjukkan rendahnya apresiasi masyarakat terhadap kebebasan pers, juga diakibatkan oleh masih rendahnya penghargaan insan pers terhadap kebebasannya. Dalam menghadapi pers yang nakal, kita tidak bisa begitu saja berpendapat bahwa ketidakpuasan terhadap pers dapat dilakukan melalui protes, klarifikasi maupun koreksi terhadap penerbitan pers karena masyarakat dapat menggunakan haknya untuk menggugat ke pengadilan.
C. Fungsi Pers dan Konsep Public Sphere
Idealisme yang melekat pada pers sebagai lembaga kemasyarakatan ialah melakukan social control dengan menyatakan pendapatnya secara bebas, tetapi tentu dengan perasaan tanggungjawab bila pers itu menganut social responsibility. Idealisme yang melekat pers dijabarkan dalam pelaksanaan fungsinya, selain menyiarkan informasi juga mendidik, menghibur, dan mempengaruhi. Fungsi-fungsi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Fungsi menyiarkan informasi (to inform). Menyiarkan informasi merupakan fungsi pers yang utama. Khalayak pembaca berlangganan atau membeli surat kabar karena memerlukan informasi mengenai berbagai peristiwa yang terjadi, gagasan atau pikiran orang lain, apa yang dikatakan orang, dan sebagainya.
2. Fungsi mendidik (to educate). Sebagai sarana pendidikan massa, surat kabar dan majalah memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga khalayak pembaca bertambah pengetahuannya. Fungsi mendidik ini bisa secara implisit dalam bentuk artikel atau tajuk rencana, maupun berita.
3. Fungsi menghibur (to entertain). Hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat oleh surat kabar dan majalah untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel yang berbobot. Isi surat kabar dan majalah yang bersifat hiburan bisa berbentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, karikatur, tidak jarang juga berita yang mengandung minat insani (human interest), dan kadang-kadang tajuk rencana.
4. Fungsi mempengaruhi (to influence). Fungsi mempengaruhi menyebabkan pers memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Sudah tentu surat kabar yang ditakuti ini ialah surat kabar yang independent, yang bebas menyatakan pendapat, bebas melakukan social control. Fungsi mempengaruhi dari surat kabar, secara implisit terdapat pada tajuk rencana, opini, dan berita.
Mengelola pers dengan fungsi seperti itu memerlukan keberanian dan kebijaksanaan. Ini disebabkan oleh sifat pekerjaan mengelola pers yang ideal-komersial. Kalau mengutamakan segi ideal, pers tidak akan hidup lama. Sebaliknya jika mengutamakan segi komersial, lembaga seperti itu tidak layak lagi diberi predikat pers. Jika pers benar-benar melaksanakan tugas social control-nya, akan banyak tantangan yang harus dijawab dengan sikap yang bertanggung jawab, berani, dan bijaksana. Dalam suatu situasi, pers bisa dihadapkan kepada dua alternatif: mati terhormat karena memegang prinsip atau hidup tidak terhormat karena tidak mempunyai kepribadian.
Mengenai fungsi pers di Indonesia sudah jelas landasan dan pedomannya di samping fungsi pers secara universal sebagaimana dipaparkan di atas. Hal tersebut dapat dikaji dalam bab 2 pasal 2 - 6 Undang-undang nomer 40 tahun 1999 yang tersurat sebagai berikut:
Pasal 2
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal 3
(1) Pers Nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
(2) Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
Pasal 4
(1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara,
(2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelanggaran penyiaran.
(3) Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Pasal 5
(1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
(2) Pers wajib melayani Hak Jawab.
(3) Pers wajib melayani Hak Koreksi.
Pasal 6
Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:
a. memenuhi hak masyrakat untuk mengetahui;
b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta meghormati kebhinekaan;
c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar;
d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Diskursus seputar pers, khususnya dalam kajian seputar masyarakat madani dan demokratisasi, pada akhirnya akan sulit mengesampingkan keberadaan konsep public sphere, yang pertama kali diketengahkan oleh salah seorang tokoh pembela proyek pencerahan: Habermas. Sebagai suatu ideal type, “kawasan publik” atau “ruang publik” merujuk pada suatu celah di antara negara dan masyarakat madani, di mana setiap individu warga negara melibatkan diri dalam diskursus tentang berbagai isu permasalahan bersama, dalam kerangka pencapaian konsensus di antara mereka sendiri ataupun untuk mengontrol negara dan pasar. Dalam proses tersebut pers menempati posisi sentral, khususnya dalam era peradaban di mana praktis semua manusia menjadi bagian dari kesepakatan untuk bersatu dalam kesatuan-kesatuan politik besar, seperti negara. Pers, dalam konteks itu, berfungsi memasok dan menyebarluaskan informasi yang diperlukan untuk penentuan sikap, dan memfasilitasi pembentukan opini publik dengan menempatkan dirinya sebagai wadah independen di mana isu-isu permasalahan umum bisa diperdebatkan.
Pers selama era orde baru memang jauh dari fungsinya sebagai pilar penegakan suatu public sphere. Konsepsi korporatisme otoriter yang diterapkan orde baru, dengan kecenderungan kuat ke arah pewadahtunggalan dan homogenisasi, telah menempatkan berbagai kawasan publik dalam posisi subordinat di hadapan penguasa negara, Pers dan berbagai lembaga pendidikan serta lembaga publik lainnya, diupayakan oleh penguasa agar sepenuhnya bisa berfungsi sebagai aparatus ideologi negara, berpasangan dengan sejumlah aparatus represif negara, seperti militer dan kelompok-kelompok political thugs (preman-preman politik) yang dibina penguasa.
Setelah orde baru lengser, pers memang tampil berbeda. Sudah jelas jauh lebih berani bersikap kritis terhadap penguasa. Pers menjadi lebih agresif dan kreatif dalam memberi nilai tambah suatu berita, dan juga mengeksplorasi isu-isu permasalahan untuk diolah menjadi komoditas informasi.
Tetapi justru karena itu pula semakin sering kita dengar keluhan dari publik temntang adanya media yang membuat pemberitaan sepihak, tidak objektif, mengingkari kaidah cover both sides, dan semacamnya, Toh ada pandangan yang menilai bahwa maslah sebenarnya bukan hal-hal semacam itu.
Dalam sebuah public sphere, yang lebih dipentingakn adalah “objektivitas” intermedia, bukan hanya “obyektivitas” intra media. Sulit untuk mengharapkan agar setiap media membuat pemberitaan yang “objektif”, misalnya seputar konfliketnis di Tanah Air. Sebab, apakah yang “objektif” tentang konflik etnis semacam itu? Bukankah realitas konflik semacam itu sebenarnya merupakan sebuah kontruksi sosial, produk suatu pertarungan wacana yang melibatkan madia serta berbagai unsur publik?
Artinya, realitas “objektif” tentang suatu peristiwa, konflik antaretnis, misalnya, adalah “penjumlahan” atau agregasi dari berbagai realitas simbolik yang ditamplkan dan dipertarungkan sejumlah media, masing-masing dengan versi dan pandangannya sendiri. Bila anda ingin mengetahui realitas yang “objektif mengenai konflik etnis di Kalimantan” ~bila realita “objektif” tentang konflik itu memang ada~ maka tontonlah semua televisi, bacalah media-media cetak, dan lain-lainnya. Justru melalui pertarungan wacana antarmedia yang beragam itulah diharapkan bisa berlangsung diskursus publik, untuk mencapai suatu konsensus seputar realitas konflik yang terjadi. Itu pula yang terjadi di warung kopi ataupun digambarkan dalam konsepsi public sphere: pertemuan dan pertarungan antara berbagai versi definisi realitas permasalahan.
Namun public sphere lebih dari sekedar warung kopi~tempat orang-orang terbiasa bercanda, berbincang, berdebat kusir, ataupun menebar gosip~, sebab, sekurangnya ada sejumlah kualitas yang hares dimiliki oleh sebuah public sphere agar tidak terjadi distorsi sistematik terhadap proses-proses pencapaian konsensus yang dilakukan. Pertama, selain kawasan tersebut hares cukup terlindungi dari intervensi negara ataupun pasar, dan hares adapula distribusi kuasa yang sama antarindividu yang terlibat di dalamnya, maka akses ke kawasan itu pun hares terbuka lebar bagi setiap warga, dan tidak ada pengistemewaan yang diberikan kepada pihak-pihak tertentu. Kedua, adanya kesepakatanuntuk mematuhi aturan-aturan penyelenggaraan sebuah diskursus rasional dimana setiap klaim kebenaran dapat diuji kebenaran, ketepatan, dan kelayakannya melalui kaidah kaidah-kaidah yang rasional, terbebas dari distorsi permainan politik dan ekonomi, primodialisme, etnosentrisme, dan berbagai fanatisme sempit. Oleh karena itu, pengertian kemandirian pers lebih berkaitan dengan kemandirian dari pengaruh serta dominasi kelompok-kelompok yang ada dalam publik, kepentingan negara, serta tekanan pasar. Di luar itu, pers diharapkan berpihak pada norma-norma penyelengaraan public sphere yang menjamin berlangsungnya diskursus rasional, guna mencapai konsensus-konsensus publik yang benar-benar legitim.
Namun media adalah realitas dalam dirinya sendiri. Kemampuan untuk menjadi pemain dalam industri media, contohnya, jelas tidak secara berimbang dimiliki oleh publik. Pemain industri media kita tampaknya hanya akan terdiri dari kaum yang itu-itu saja. Mediapun memiliki fungsi ideologis, dan melakukan manuver politik sesuai dengan fungsi ideologinya. Ini akan mencakup masalah siapa, kepentingan apa, dan perspektif mana yang akan memperoleh akses ke media mereka. Di luar fungsi ideologis yang dijalankan, bagaimanpun juga, media pertama-tama perlu terlebih dahulu di lihat sebagai institusi ekonomi, dan karenanya manuver politik yang dijalankan melalui politik pemberitaannya juga dikemas sebagai komoditi informasi yang berusaha menyiasati tuntutan serta peluang pasar.
Hal lain yang penting diamati dalam pemberitaan pers saat ini, terutama sekali adalah masalah sejauh mana mereka telah berfungsi menciptakan dirinya sebagai bagian dari public sphere. Ini bisa dikaji melalui pengamatan tentang sejauh mana kemampuan untuk memiliki media semakin terpusat di kaum-kaum itu-itu saja, sejauh apa media di tangan mereka itu telah bersedia memberikan akses berimbang ke setiap unsur publik terkait, tanpa pemberian previlege untuk kelompok tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Sudibyo, 2001, Politik Media dan Pertarungan Wacana, LkiS, Yogyakarta.
Nurudin, 2004, Sistem Komunikasi Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta
Harris Sumadiria, 2005, Menulis Artikel dan Tajuk Rencana, Simbiosa Rekatama Media, Bandung.
Tribuana Said, 1988, Sejarah Pers Nasional dan Pembangunan Pers Pancasila, CV Haji Masagung, Jakarta.
Maswadi Rauf, 1993, Indonesia dan Komunikasi Politik, Gramedia, Jakarta.
Undang-undang nomer 40 tahun 1999